Monday, February 05, 2007

Jihad, Ummi so proud of you...

Seminggu lalu, saya deg-degan ketika saatnya, Jihad bisa tau hasil dari pembelajarannya selama kurang lebih 5 bulan di SDIT. Oya, SDIT ini salah satu sekolah islam andalan di Sangatta, yang peminatnya terus membludak, dan daya tampungnya masih minim. Kurikulumnya juga disesuaikan dengan Nurul Fikri yang ada di Jakarta, dengan jam belajar yang full day. Walopun banyak juga orang tua pengen anaknya masuk sekolah dasar yayasan, yang gretong (gratis maksudnya).
Pertama kali mendaftar disini juga, Jihad ga mau pilihan lain selain sdit. Padahal, saya sudah menyodorkan sekolah yayasan yang katanya bagus juga meski masih dibawah standar sdit. Emang anaknya niat, akhirnya ujian masuk satu hari plus wawancara dengan psikolog dijabanin dengan hasil sangat memuaskan.

Kembali ke nilai raport kemaren. Kerja keras Jihad membuahkan hasil cemerlang. Peringkat 1 dan peringkat terbaik dalam kegiatan sholat. Subhanallah. Alhamdulillah. Sementara nilai akademik yang saya tekankan sejak kecil juga sangat memuaskan. Yaitu, Bahasa Arab, Tahfidz, Pendidikan Agama Islam dan Qiro’ati. Dan sebenarnya kalu mau jujur, Jihad sangat santai menjalani sekolahnya juga ketika UAS berlangsung. Saya hanya melemparkan pertanyaan-pertanyaan setiap selese hari sekolah. Ketika masuk jadwal UAS dia bisa sante tanpa harus SKS (system kebut semalem).

Sempat, ustadzahnya (guru Jihad), berucap Jihad sama seperti anak yang lain, yang terkadang hanya ingin main, iseng, dan suka ngobrol dalam kelas. Tapi penyeimbangan yang diterapkan dan kerjasama orangtua dalam hal ini sangat membantu, dan yang terpenting Jihad bisa seimbang dalam nilai akademik dan akhlak. Dan untuk itu saya diminta berbagi tips dan metode dalam penyeimbangan ini, karena ustadzahnya sendiri masih punya anak kecil (baby).

Tersanjung saya jadinya (kebanyakan malu, karena ini belum apa-apa. Ya Rabb, jauhkan sifat sombong pada diri yang fana ini). Setidaknya, hasil dari keinginan saya memberikan ilmu, baik agama dan teknologi, dengan tidak memberatkan cara berpikirnya, telah membuahkan hasil. Tidak ada metode khusus yang saya terapkan. Sejak kecil saya lihat ketertarikan Jihad terhadap lego dan puzzle, hingga sekarang Jihad bisa menciptakan berbagai bentuk dari lego yang mini-mini itu (yang njelimet menurut otak saya yang mulai menua). Kemampuan mengingat dan menghafalnya saya arahkan pada menghafal alqur’an. Tentunya juga tetap disesuaikan dengan fase-fase umur dimana dia bisa menerima. Dan masuk sekolah pun atas kemauan Jihad sendiri. Satu hal lagi, sangat penting bagi saya dan Abi, reward buat anak-anak jika mereka berhasil melakukan sesuatu, walo hanya sekedar pelukan atau ciuman buat anak, itu sudah menjadi penyemangat mereka loh.

Seperti yang banyak ditanyakan oleh ibu-ibu disekolah juga teman-teman sesama blogger “Bagaimana caranya, ko saya ga optimis bisa mengajari, dari nol hingga anak saya bisa”. Itu dia, rasa pesimis yang belum dipupuk dari diri kita sebagai ibu. Saya juga sebelum menikah dan punya anak, berpikir mampukah saya? Tapi anak adalah tanggung jawab kita, akan dibawa kemana dia kelak. Bisakah kita mengatakan kelak “Ya Rabb, anak ini sudah kuserahkan dengan guru dan pengajaran yang bagus disekolah, aku sungguh tidak tahu mengapa dia berbuat seperti ini?”. Karena, anak adalah ibarat sebuah botol kosong yang isinya terserah dan kembali pada kita ingin diisi apa botol kosong ini.

Salah satu tulisan yang memicu saya. Pamela si empu blog, mengatakan : the education and responsibility of our children in US - their parents! We brought them into the world - we wanted these beautiful children, therefore, we are responsible for them in every aspect of their lives and that includes education. Itu di US, ko di Indonesia melempem?

So, Jihad…
It’s just a beginning
Not the end for what you’ve done
Stand strong, my dear…
Ummi, really proud of you…

8 a little note:

Anonymous said...

Masha Allah, Jihad pinter yah Rien :D
So proud of you, Jihad! And bravo for mommy!

Kalau aku ntah knp justru GAK BISA kalau hanya tergantung ama sekolahan, tinggal terima si anak diajari. Rasanya kok gak puas kalo gak ikut nambah wawasan ke anak.

Di sekolahan kan perhatian guru terbagi-bagi, kalau ama aku kan jd lebih detail & mendalam :D

Sayang sekali ya Rien, kalau orangtua di Indo banyak yang gak pede ngajari anaknya apalagi kalau mereka orang terpelajar (lulusan universitas). Mungkin cuma kurang sabar saja... soalnya emang butuh kesabaran tinggi sih ngadepin manusia2 kecil itu :D

*sorry jd ngeblog juga disini hahaha..*

Lita Uditomo said...

subhanallah, rien..
seneng banget bacanya..:)

memang, aku juga merasakan bahwa ortu, terutama ibu itu pegang peranan atas keberhasilan pendidikan anak2nya..:)

selamat buat Jihad dan bundanya..

Anonymous said...

@mozziette : Segala puji hanya milik Allah yah Ka, bener tuh Ka...aku sk gemes jg sm tipikal ortu diindo

@lita uditomo : Syukron teh:)

Anonymous said...

Rien..tks banget ulasan ini very inspiring buatku untuk lebih termotivasi menjadi guru terbaik buat anak-anakku. Ditunggu tulisan-tulisan seperti ini. Sun sayang buat Jihad & ziyad.

Rey said...

Semoga Jihad jadi anak yang sholeh dan sukses dunia akhirat ya mbak. Seneng gue bacanya, bisa jadi bahan masukan kalo gue nikah n punya anak2 nanti.

Aku seneng tu cara mendidik yg membiarkan anak2 tetap bermain dan gak ngasih mrk les banyak2, tapi mereka bisa berprestasi.

Duh... mudah2an ya ntar aku bisa mendidik anak2ku dgn baik, hmmm bisa gak ya? :D

Buat Jihad, I'm proud of you too... (lho? sapah?)

Mas Hery said...

jihad emang luar biasa...seneng denger ceritanya sampe gitu....moga tetep dikarunia otak yang cerdas dan soleh.

TomInta family said...

Peluk Jihad,....
Peluk Umminya.,....

Dari jauh sini, saya ikut terharu dan berbangga,........


*big hugs Rien*

Anonymous said...

yaP!!!

mOhon perhatiannya ibu.. bapak.. mb.. mas.. om..

jiHad itu ponaKan saiia looohh..

huahahaha..
=)

bibi sayang mu sangad, J..
wish u can be ouR priDe 4eva..
Luv yu