Thursday, March 29, 2007

welcome to our sweet home


Nope…Hiatus no more!

Kenapa sih bisa hiatus kemaren?

Malah banyak yang nyangka saya sakit? Apa karena ada kata-kata ‘get well soon’?
Saya ga sakit (sakit deng tiap hari, dengan sinus akut…loh…curhattt). I’m doing well, friends. Get well soon? Kata-kata saya saja ketularan pujangga-pujangga jaman sekarang. Yang jelas memang harus hiatus.

Mana mungkin saya ga hiatus? Jaringan internet ini harus diputus dari rumah lama (kontrakan) ke rumah baru kami (yang bukan kontrakan lagi). Dan memasang kembali antena penangkap signal kemudian memastikan internet akan bisa terpasang lagi, ternyata menjadi hal yang pesimis banget bagi penyedianya. Akhirnya saya juga pesimis bisa nulis lagi dalam waktu dekat. Ternyata, SANG PEMILIK memang menyayangi saya. Niat saya ngblog untuk apa dan banyak pekerjaan saya memerlukan internet, akhirnya diridhoi sama SANG PEMILIK, dengan terpasangnya dan tertangkapnya signal dari rumah baru adalah signal bahwa orang baik akan disayang Allah (Jangan protessss!!!).

Anyway, here I came. No need much time to spend it behind the sign.

Seperti pernah saya tulis sebelumnya, bahwa kami sekeluarga akan menempati rumah baru di komplek panorama. Ya! Akhirnya, kata-kata settle bisa kita laksanakan juga. Setelah wara-wiri, dari satu hutan ke hutan lagi, dari satu kota ke kota lain. Then, this house is a gift from GOD (and abi as a courier) for eight years our anniversary (in several days more). Alhamdulillah.

Hmmm…ternyata bener ya, mimpi itu ga dilarang kok! (asal mimpi yang positif). Dulu nih, ketika masih tinggal di sitenya Mangkajang-Berau, saya suka betah melihat-lihat komplek manajemennya yang mempunyai arsitektur rumah yang saya anggap sederhana dan bagus. Terjadi lagi, ketika saya dan keluarga pindah ke site Sangatta ini. Komplek yang suka saya lewati adalah komplek Panorama ini. Mungkin karena struktur bangunannya mirip dengan rumah manajeman site mangkajang. Dari situ lagi, saya suka mimpi (berkhayal deh!) suatu hari jika ada rejeki dan umur panjang saya sekeluarga ingin bentuk rumah yang sering saya kitari ini.

Ada mimpi ada ikhtiar, itu hukumnya! Ga mau dong, mimpi terus-terusan. Dari diskusi dan pemikiran panjang, ketidak-inginan ketemu macet-macet lagi, kalau harus kembali kejakarta, akhirnya…here it is, welcome to our sweet home!

Beberapa hal keinginan yang bisa terwujud (alhamdulillah) di rumah ini adalah anak-anak yang sudah bisa tidur sendiri dengan adanya pintu penghubung antar kamar saya dan mereka. Tempat tidur saya dan anak-anak yang tetap tidak memakai kerangka, memang saya sengaja,…unik aja tidur dengan suasana begini. Pemilihan paduan warna orange, putih tulang, dan hijau segar, agar suasana rumah cerah. Hmmm…gorden coklat juga karena coklat salah satu warna favorit.

Mana warna ungu? Ada deh…



Ps: terima kasih, buat teman-teman yang sudah kangen ‘bener-bener’ pada saya….postingan ini juga ga menceritakan detail kepindahan saya. Frankly, I’m not the clever one to tell u some detail about this case. *smile*


Thursday, March 15, 2007

just leaving



Can’t refuse…
Can’t run far away…
Cause,…
It always try to after me
Give some signs

Let me hold that virus…
Enjoy with it…cause it’s a part of my world…
“Just a little note” world

Hiatus!!!
Get some medicine and books for recovery
Get well soon…

I have to finish for what I left behind…
Just realised ...

Keep me in your heart
Remember me while the sign is “HIATUS”


yang jelas...saya pasti kangen 'bener-bener'...


Tuesday, March 13, 2007

Beda tipis banget ga sih?

“Buset No, lu bisa bikin kangen gue!” (No= Rino, red)
“Elo tuh ya, tengil lu tuh ngangenin tau!”
“Teh, kangennnn!”


Kata-kata diatas sarat dengan kata ‘Kangen’ itu sering dikirim atau dilontarkan lewat SMS oleh teman-teman yang udah sepuluh tahun ga ngumpul. Yang dulunya susah seneng ditanggung bersama-sama, yang dulunya kenal baik pribadi masing-masing.
Eitsss, ini temen cewek loh…jangan prasangka buruk dong!
Tapi suka bikin sebel, ketika SMS itu di’send’, saya (yang di jidatnya tertempel tulisan “ORANG BAIK’- jangan protesss!!!) dengan senangnya membalas kangen mereka dengan bertubi-tubi pertanyaan keinginan-tahuan saya dengan kehidupan mereka. Sekali mereka jawab dan bertanya lagi. Saya pun dengan girang melancarkan jawaban dari pertanyaan mereka. Lalu saya balik tanya sana-sini. Mereka jawab lagi, kali ini pendek dan tanpa tanya ini-itu. Saya pancing dengan kalimat-kalimat dan pertanyaan lagi. Tetep pendek dan flat. Hehhh…katanya kangen, kok ga pengen lama bertukar kabar sih? Jadi kangen saya dengan apanya dong?

Itu temen-temen yang udah sepuluh tahun kenal saya, kadang bisa mandeg dengan bahan yang mau diobrolin. Gimana dengan teman yang baru aja dikenal, belum tahu saya jelas, tapi sudah bisa bilang kangen? Apanya yang dikangenin hayo? Eitsss, ini temen cewek loh…jangan prasangka buruk dong!

Sama kejadiannya, ketika ada yang teriak “Aku kangen kamu!” . Saya dengan senang hati ngajak ngobrol dan haha-hihi tanpa memperhitungkan waktu saya sendiri. Karena saya selalu pengen membuat teman saya yang sudah bilang seperti itu merasa tidak diabaikan. Tapi lagi-lagi, mereka suka hang, atau seperti ga ada obrolan yang mau diobrolkan dengan saya. Sementara saya, seperti seorang tukang antar pizza yang dengan senyum menyeringai menunggu uang tips dari pelanggan (ah ini sih terinspirasi ‘being ing’nya ucu lagi…). Maksudnya, cepet tanggap ketika obrolan berlanjut dari arah ‘kangen’ menyeruak. Atau lebih jelasnya, saya cepat menanggapi. Arrggghhhh …susah banget bahasanya!

Tapi mungkin inilah yang dibilang “perbedaan antara kata kangen dan basa-basi itu sangat tipis”. Rumitnya! Begini loh, ketika lama tidak bertemu atau ngobrol, kadang seseorang mengawali sebuah sapa dengan kata ‘kangen’, yang si pencetus kata ini masih bingung ‘bener ga sih kangen?’. Lalu kalau kangen, mau gimana? Apa mau yang diobrolin? Apa yang mau diungkap dari rasa kangen itu? Dan, karena kebetulan kangennya ke saya (jujur deh, saya penyuka sifat jujur!), ditanggapi dengan antusias, sumringah, bingah, riang gembira. Padahal, mungkin saja si pencetus kangen cuma basa-basi ya? Kalau begitu, siapa yang kasian? Saya dong! Hhahahahah… (Kasian deh lu, No!) . Mungkin persepsi saya akan kata ‘kangen’, harus di daur ulang?

Terus, sama deh tipisnya "perbedaan pengen ngobrol dengan curhat". Ini juga banyak dari sekian pengalaman saya sebagai konseling lepas (lepas arah maksudnya…). Curhat mereka terkadang bikin aduk-aduk nasi campur, tambah sambel pedes super duper, pake teh maha panas. Kok bisa begitu? Saya yang dicurhatin, jadi semangat ngasi solusi plus tips-tipsnya (uhhh…terdengar sok pinter banget!). dan, si pemberi curahan hati kebingungan dengan tanggapan saya, malah tambah beban. Jadi rasanya seperti makanan dan minuman tadi, pake sehah..sehah segala (hahahaha…). Atau pemikiran saya yang harus disetir ulang? Di otak saya, bahwa jika ada seseorang yang curhat, kita seharusnya memberikan saran dan jalan keluar, bukannya dengan begini saja “iya ya”, ‘he-eh’, ‘turut sedih’. Basi banget ga sih? Saya justru mau dengan curhat, orang jadi punya solusi dari sekedar curhat. Dari seringnya curhat yang mampir, biasanya terselesaikan dengan tawar-menawar solusi. Happy ending kan? (bukan non, bukan kamu!)

Ah, jadi ingat temen diskusi dan suka ngobrol di Yahoo! Messenger. Dia bisa meluangkan waktunya hanya untuk diskusi dan tukar pikiran tanpa menganggu aktivitas masing-masing.

Anyway, by the way, bus way, ini hanya sekedar terawangan buat teman-teman yang sering ngucap kangen (nyindir banget yak?), bahwa saya orang yang tipe ‘bener-bener’. Kalau bilang kangen ya bener-bener kangen, kalau bilang sedang sibuk ya bener-bener sibuk, kalau bilang 'enggak lagi' ya bener-bener enggak, kalau bilang ‘tersinggung deh saya’ nah ini belum tentu, karena saya buka tipe dengan ‘hard feeling’ seperti ini. tapi, don’t worry sorry morry, saya tetap menerima kata kangen kok. Bagaimana pun celah yang ingin disampaikan oleh kata kangen itu sendiri. Masing-masing individu punya pandangan masing-masing juga kok.

Eitsss, kangen untuk saya berasal temen cewek aja loh, jangan prasangka buruk gitu ah!

Monday, March 12, 2007

Home Schooling ala Ummi

Coba bahas tentang Homescholling, Rien!

My dear friend yang sehati (karena apa yang saya ucapkan, dia anggukkan saja tanda setuju, ck..ck..ck.. *bighugs* ) meminta ini.

Sebentar! Mulai darimana ya? Saya bukan pakar loh! Asal nyablak!

Okey,…saya memang memakai kata homeschooling untuk pembelajaran anak-anak saya pra sekolah. Metodenya? Saya ga pakem dengan metode mana saya berkiblat. Otodidak mungkin lebih jelasnya. Satu lagi, adalah dikepala dan otak saya sudah tertanam chip kecil yang bertuliskan “Ummi adalah madrasah bagi anak-anaknya”.

Semua saya awali dengan penanaman nilai-nilai islam lebih dahulu. Mudah kah? Gamsul alias gampang-gampang sulit. Gampang kalau kita bikin gampang dan sulit kalau dibikin njelimet.

Rata-rata anak saya sudah bisa berbicara pada umur 1.5thn (18 bulan). Mulai deh saya ajak mereka mengucapkan dua kalimat syahadat. Jangan anggap sepele! Ini awal gerbang dari pengukuhan jati diri sebagai seorang muslim. Dilanjutkan deengan berbagai macam doa dan ayat-ayat yang pendek dan dipakai setiap waktu, seperti/setelah makan, sebelum/setelah tidur, masuk/keluar kamar mandi, atau lafadz-lafadz bersyukur, mengagungkan asmaNYA. Segala hal harus dimulai dengan berdoa kan? Kemudian kita bisa lihat kepekaanya dengan lingkungan. Apakah mereka bisa empati atau cenderung ekspresif. Lebih gampang mengolah anak yang memang dari kecilnya empati. Kalau ekspresif, gampang juga, lakukan pendekatan psikolog, jangan buru-buru memvonis anak autis. Don’t judge by a cover!

Selanjutnya, tahap-tahap seperti ilmu dimana anak suka mengexplore. Misalnya pada anak-anak berumur dua (2) tahun, memerlukan hanya dua (2) menit untuk menyimak apa yang kita berikan. Setelah itu jangan harap dia akan duduk manis memperhatikan. Dan waktu yang baik untuk merangsang mereka, waktu-waktu dimana otak mereka sangat bisa menerima dengan baik adalah pagi hari, setelah waktu ashar, dan menjelang tidur. Perhatikan, dimana dia sangat antusias. Biasanya ini dipengaruhi bagaimana orang tuanya berkegiatan juga. Misalnya, anak melihat ibu suka membaca, dengan senang hati dia akan berusaha membaca (baca:pura-pura) , atau yang ibunya suka nginet, anak-anak biasanya juga tertarik yang berbau komputer. Satu hal lagi, dibacakan dongeng adalah hal yang anak-anak sukai. Buku-bukunya pun harus sesuai dengan daya tangkap mereka. Jangan berpikir mereka tidak menangkap apa yang kita baca atau ceritakan. Mereka akan menyimpan dalam memori yang nantinya akan keluar dengan penyampaian yang baik.

Contoh (paling kongkrit, bukannya so’ nampilin, tapi yang sudah saya lihat dan buktikan sendiri) anak-anak saya sudah bisa bermain cd interaktif AKAL diusia mereka rata-rata dua (2) tahun. Dari situ bisa belajar huruf, angka, warna bahkan bentuk-bentuk benda. Dikemas sedemikian rupa untuk menarik perhatian anak, dengan tidak meninggalkan sistem bermain. Oyah, baru-baru ini, anak saya terakhir, Kareem, adalah senjata makan tuan bagi saya. Mengajarkan Kareem menggunakan dan mengclick mouse dengan baik, mendrag gambar, hingga senangnya kami ketika ia bisa menggerakkan mouse sesuai perintah. Tapiiii,…sekarang, begitu saya mulai mantengin komputer, dia langsung megang mouse, masukkan cd akal, klik sana klik sini, keluar permainannya, dan dia sangat anteng! Tinggal saya terbengong-bengong, cengak cengok ga jadi nulis.

Lepas dari semua teori dari buku-buku bimbingan, hal penting untuk para orang tua adalah kemauan dan tekad para ibu/ayah untuk percaya bahwa kita pasti bisa melakukannya.

Ada pertanyaan? ##$%^#$%^&$%&$

Bagaimana dengan saya yang selalu bekerja, Mi? hanya punya waktu satu sampai dua jam sebelum tidur bisa berinteraksi dengan anak?

Mom, Bukankah ada sabtu dan minggu yang tidak dipakai kerja? Manfaatkan itu. Kalau pada waktu hari sabtu anak sekolah, cobalah menyisakan waktu untuk mengantar dan menjemput anak. Dalam suasana itu anak akan senang, karena sehari-harinya, ibu sangat sibuk dengan masalah kantor. Oya, jangan pancing anak dengan kata-kata seperti ini “Gimana, bisa ga tadi belajarnya?” setelah ia pulang sekolah. Tapi pancing emosinya dengan “Gimana disekolah tadi? Senang? Having fun sayang?”. Kalau anak menjawab “Wah, saya tadi senang deh…bla…bla…” Selamat! Kita bisa memancing lebih banyak ceritanya tentang sekolah. Begitu juga, ketika si anak menanyakan suatu pertanyaan yang sangat susah dijangkau oleh nalar dan daya pikir kita, jangan pernah bilang “Ibu tidak tahu”, tapi katakanlah “Ibu belum tahu, nanti ibu cari jawabannya ya”. Si anak akan belajar menghargai.

Hal yang paling menonjol dari hasil penerapan HS ini adalah tingkat percaya diri si anak terasah dengan baik, bahkan teramat baik. Ga percaya? Jihad sangat pede sekarang ini dalam hal apa ajah. Apalagi dalam hal ngajak ngobrol sama orang lain, mau itu anak- anak atau orang dewasa. Sepert ini “Oom, koq ga pernah Jihad liat oom ke mesjid untuk sholat, kan laki-laki harus sholat dimesjid”. Tinggal saya cengar cengir dan rebounding alis saya, karena keriting berkerut-kerut memberi tanda pada Jihad biar ngerem kepede-annya ngobrol begitu. *LOL*

Sekali lagi, saya ga punya patokan, atau metode mana yang saya pakai, tapi lebih banyak pada trial and error. Ingatkan untuk menanam chip seperti yang saya tulis diparagraf atas. Penting! Untuk mereview untuk apa kita melakukan ini semua. Karena anak adalah ladang pahala.

*sumber-sumber saya dapat dan terapkan berasal dari beberapa teman saya didunia pendidikan dan psikologi anak. Jazakumullah.

Thursday, March 08, 2007

Pesan Singkat

Saya baru saja menuntaskan buku ‘Ada seseorang dikepalaku yang bukan aku”nya Pak Akmal N.B. (beliau adalah salah satu moderator milist Apsas). Kumpulan fiksi ini bagus, bahasanya yang sastra, settingnya yang bisa membawa imajinasi pembaca untuk bisa berada didalamnya, dan juga banyak misteri yang kadang susah ditebak. Saya menyukai tipe penulisan seperti ini.

Salah satu fiksi yang ada dalam buku ini ada yang membuat saya tertawa dan menebak-nebak akhir ceritanya. Judulnya “Lelaki Gagah”. Ceritanya tentang seorang lelaki yang sudah berkeluarga yang kemudian menghadiri reuni SMA. Hanya pada waktu itu, lelaki ini hadir tanpa membawa sang istri (walaupun diwakilkan oleh anak semata wayangnya). Bisa dibayangkan bagaimana suasa rendezvous ketika hadir dalam reuni itu. Bisa bertemu dengan para emak-emak yang dulunya adalah gadis-gadis yang ranum yang bisa menggetarkannya. Konfliknya sendiri dimulai ketika lelaki ini, menerima sebuah pesan singkat yang sangat romantis dan seolah-olah membawanya kemasa lalu (SMA), dengan sinyal bahwa ia adalah salah satu pengagum dari lelaki ini. dan panggilannya adalah ‘lelaki gagah’. Lelaki ini tambah penasaran tapi jiwa kelelakiannya malah ingin memancing si pengirim itu dengan kata-kata yang so sweet hingga mereka menetapkan janji untuk bertemu ditempat dan waktu yang telah disepakati. Karena, kesempatan ini sangatlah tepat karena istri dari lelaki ini sedang ada diluar kota. Yah, memungkinkan untuk sedikit nostalgia dengan cem-ceman. Akhirnya bertemulah mereka, yang membuat saya terpana dan tertawa. Mengapa tertawa? Endingnya sama sekali saya tidak duga. Semua ‘mungkin si ini’ yang saya pikirkan sebelum sampai pada akhir cerita, sangat jauh dari apa yang ditulis oleh sang penulis.

Saya pernah mengalami ‘pesan singkat’ ini. Waktu itu sekitar pertengahan tahun 2002. suatu pagi yang cerah dikawasan Tembakau Raya, Kalibata. Cerah, secerah hati yang selalu saya niatkan dipagi hari. Ketika itu saya baru mempunyai Jihad, umurnya 2 tahun. Tapi apa nyana, cerahnya hari dibungkam dengan sebuah pesan singkat ke dalam ponsel saya, demikian “I Miss U, Rien”. Saya jengah. Karena jelas saya tahu siapa pengirimnya. Si pengirim sebelumnya memang beberapa minggu yang lalu menanyakan sesuatu yang waktu itu bisa saya jawab. Dan dia mendapatkan nomor ponsel saya dari orang tua saya. Siapa dia? Okey,…dia mantan ‘temen’ saya ketika masa kuliah. Dia juga tahu status saya yang bukan lajang lagi. Anehnya, seperti tanpa beban dia tulis kalimat itu pada saya. Tidak layak dan sangat tidak sopan!

Bagaimana kalau anda yang mengalami hal seperti ini? mungkin sama dengan reaksi saya. Kalau ada yang terpesona atau berdebar-debar, saya sarankan untuk periksa ke dokter specialis kebatinan saja. *bigsmile*. Ketika itu, saya tidak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Yang ada, dada saya sesak oleh lahar kemarahan dan jengkel yang teramat ingin menyembur. Saya marah karena dia tidak bisa menghargai kehidupan saya sekarang, terutama hijab yang saya pakai. Jengkel karena saya justru bingung mau berbuat apa. Akhirnya saya meminta saran sahabat saya seorang murobbi. Dan dengan sikapnya yang sahaja, mengatakan “Ukhty fillah, ini saatnya anti berdakwah, karena saya yakin, dia belum mengerti dan menyadari bahwa anti bukanlah perempuan yang sama dengan perempuan yang ia kenal waktu masih kuliah. Tunjukkan bahwa anti adalah seorang akhwat yang mempunyai hati lembut dan ingin membimbing siapa saja orang yang merasa hilang atau lepas kendali terhadap segala bentuk keinginan dan nafsu dalam dirinya. Saya dukung anti, ini ladang pahala!”

…Subhanallah, dengan kata-kata itu, jiwa saya yang tadi berkobar-kobar ingin marah, jadi teduh seketika. Iya ya, untuk apa saya marah, bukankah saya sedang melatih hati untuk memandang segala sesuatu pasti ada hikmahnya?
Lalu, hal yang saya lakukan setelah itu adalah memberitahu abi mengenai pesan singkat itu, karena saya sangat sangat menghargai arti kejujuran. Dan, …“Itu dakwahmu ya ummi, pastinya dia belum mengerti bagaimana harusnya bertindak atas hatinya. Buatlah ini sebagai tabunganmu kelak. Abi percanteun ka anjeun (Abi percaya kamu-sunda)”. Alhamdulillah, imam saya itu berkata lugas seperti itu, walaupun ada kecemburuan dan jengah dimatanya.

Akhirnya, saya balas pesan singkat itu, dengan beberapa kalimat yang kurang lebihnya seperti ini,
“Maaf, anda seorang suami dan ayah dari seorang istri dan seorang anak. Jika tidak malu pada mereka, malulah pada diri sendiri, karena tidak ada kemajuan dalam hal pemikiran atas kata-kata ‘menghargai orang lain’, atau malulah pada yang menciptakanmu. Orang boleh tidak tahu apa isi kepala dan hati anda, tapi DIA? Setiap niat dan gerakmu pasti akan terekam detail. Kami sudah menganggap antum sekeluarga sebagai teman, jika tidak bisa menghargai saya, tolong hargai imam yang saya pilih yang juga antum kenal”
click send, dan tidak berapa lama datang lagi pesan singkatnya :
“Saya minta maaf kepadamu, juga pada Abi, saya khilap, saya merasa kehilangan. Semoga Allah memaafkan saya”

Singkat, dan tidak pernah saya balas. Tapi percaya atau tidak, sekarang ini kami tinggal dikota yang sama dengan lelaki pengirim pesan itu, dan abi pun bersikap tidak pernah terjadi apa-apa, hingga bisa tetap ramah jika berpapasan.

Hubungannya dengan cerita fiksi yang saya baca yang berjudul ‘lelaki gagah’ itu dengan cerita masa lalu saya apa?

Jelas ada

Lelaki gagah menerima pesan singkat dengan hati berdebar-debar, bertanya-tanya, membayangkan seseorang yang manis telah memanggilnya lelaki gagah. Sedangkan saya, tersenyum-senyum pun tidak, malah meneku-nekuk kulit wajah dengan kepala yang mungkin bisa mengeluarkan asap.
Silahkan menilai sendiri perbedaannya.

Tidak ada satu pun yang lepas dari kata ‘hikmah’, bahkan "rumput liar yang tumbuh disekitar kampus pasti punya arti dan manfaat yang kita belum sadari", salah satu teman saya pernah berucap.

Monday, March 05, 2007

'JIHAD'

Saya baru saja memanfaatkan artikel online (terdengar pelit?). Maksudnya memanfaatkan ya membaca, sambil kutak-katik nulis. Ada salah satu berita yang gerah banget deh bacanya (sangatta udah gerah, ditambah ini pula!). Isi berita itu adalah pelarangan pemberian/pemakaian nama ‘Jihad’ kepada anak-anak di Jerman, dengan alasan arti jihad itu sendiri adalah teror dan kekerasan. Masya Allah…Lalu, apakah saya dan abi termasuk golongan ini? Berita ini hanya (mudah-mudahan) untuk Jerman. Jadi para orang tua yang berurusan nama ini akan mendapat kesulitan dalam pengesahan nama ini kecatatan penduduk. Kalau di Indonesia, daftar ke catatan sipil kali ya? (bener ga?). Bahkan ketika ada orang tua yang memenangkan perkara untuk mengesahkan nama ini dipengadilan, pihak catatan distrik kependudukan tidak terima, dan Menteri Dalam Negeri Berlin serta pihak kepolisian sendiri malah naik banding. Mereka menganggap pengadilan telah menyalahi aturan dan sangat naif. Untuk itu pemerintahan Jerman sangat ketat dalam hal pemberian nama, jadi mereka menyediakan nama-nama untuk warga negara yang ingin mendaftarkan kewarganegaraan anaknya. Dan menurut Ummi Isyad (do'i tinggal di Dortelweil pinggirannya frankfurt), kalau ada nama ‘Muhammad’ atau ‘Ahmad’ dan sejenisnya, dan sedang berurusan dengan pasport atau apalah, pasti susahhh. Walah, tidak bebas merdeka dong! Sepertinya manusia tidak boleh punya keinginan sama sekali!

Alhamdulillah, saya tinggal di Indonesia yang masih membebaskan dalam pemberian nama. Kalau ada, saya sudah disidang dalam pemberian nama JIHAD kepada anak saya. Tapi jangan kira waktu memberi nama ini ga dihalang-halangi. Ada yang iseng, nanya kenapa nama anaknya Jihad? Apa karena waktu itu sedang gencarnya muslim ambon digempur? Apa tahu arti nama itu sendiri? Wah, meragukan saya sekali yang bertanya demikian. Ya ga mungkin lah, saya asal ngasi nama sama anak saya. Karena itu akan disandangnya sampai akhir hayat. Dan nama itu kan do’a dari orang tuanya. Jadi dalam pemilihan dan pemberian nama pun, melalui proses pemikiran dan pemilahan yang panjang. Ga segampang memberi nama kepada seekor kucing!

Miris juga, melihat pergerakan muslim diluar. Tidak ada ruang yang sepatutnya disisakan untuk mereka lebih leluasa bergerak. Alih-alih bergerak, mungkin untuk bersuara pun, mereka harus dipaksa mikir seribu kali. Seperti yang pernah saya baca dari karya DR Ang Swee Chai,
Tears of Heaven from Beirut to Jerusalem, betapa nistanya muslim dipandang di wilayahnya sendiri. Bahkan untuk membangun kembali sebuah komunitas adalah hal yang harus dibayar dengan nyawa. Tapi saya yakin, jika memang demikian, tentunya bukanlah suatu penghalang dalam mencari identitas diri sebagai muslim yang kaffah.

Kumaha batur nu di Jerman teh? Masih keneh sieun ngangge nami sejenis ieu? Atawa masih keneh sieun ngangge identitas sebagai seorang muslim? Dikintun do’a ti batur nu aya di Indonesia nya. Insha Allah. (silakan mengartikan sendiri ya…)

Saturday, March 03, 2007

His name's Arlen Ara Guci

Beberapa hari ini, saya sedang mencari-cari mood untuk menulis. Tidak tahu kenapa, tidak seperti biasanya, saya lagi error dengan kata ‘menyentuh’ dan ‘tersentuh’. Mungkin wajar sekali, karena rutinitas saya yang kembali menumpuk sebagai readacholic dan home baker. Harus bisa lelap, ketika jam sudah menunjukkan jam tiga dini hari. Dan dengan ikhlas bangun lagi ketika panggilan Illahi bertalu-talu. Tapi, hal seperti ini, bukan jadi halangan untuk saya tetap melek pada semua tulisan yang saya baca, dan juga sekedar menyapa teman-teman saya yang dengan semangat menyambangi rumah saya ini. Terimakasih.

Beberapa hari ini, saya dikejutkan oleh sebuah add request dari IM saya. Tertulis nama ‘Arlen Ara Guci’ pada contact detailnya. Hahhh!!! Kenapa saya keget? Karena sekali lagi saya ingat ketika saya diinvite oleh MRA beberapa waktu lalu, kali ini pun seorang penulis yang saya kenal tulisannya yang bagus pada majalah SABILI beberapa tahun lalu, dengan rendah hati mau meminta saya untuk memasukkan namanya pada daftar teman-teman yang bisa saya ajak ngobrol atau diskusi di YM. Ya! Allen (dia meminta saya memanggil dengan nama itu) adalah seorang penulis yang sudah menghasilkan delapan (8) buah buku.

Tahu nama Allen juga dari sebuah majalah yang memang saya konsumsi setiap terbitnya. Sebenarnya, ingin membaca cerpen Allen juga karena namanya yang unik bagi saya. Oke, Arlen jamak, tapi Ara Guci? “mungkin emak sy waktu ngandung suka sambil ngelus perut bayangin guci mlulu.........” jawabannya ketika saya katakan namanya unik. Terlepas dari uniknya nama Allen, saya suka dengan tulisannya yang ‘agak’ berat tapi membuat kita terus ingin membaca. Sempat juga, saya merasa saya tidak mumpuni untuk melahap tulisannya, tapi seringnya interaksi dengan karyanya, saya seperti melihat bagaimana pengarangnya. Juga saya katakan padanya, banyak yang tidak tahu siapa Arlen karena kalah booming dengan pengarang lain (misalnya yang dikatakan neng ini). Allen pun tetap rendah hati dengan mengatakan akan KO jika dibandingkan dengan nama itu. Seperti petinju saja ya?

Bagaimana pengarangnya? Sederhana, tapi penyemangat. Ini yang saya temukan, dari awal kami berkomunikasi, sebelum dia sendiri memberikan beberapa prolog dari bukunya Surat dari tepi barat. Salah satu prolog dari ketua FLP, Mbak Helvy,* “karya-karya Arlen seperti dirinya: sederhana dan senantiasa menyemangati. Sesungguhnya, sangat tidak mudah menjadi penulis yang berhasil di negeri penuh pengarang ini, tapi saya yakin buku perdana ini akan menjadi langkah awal kesuksesan Arlen sebagai pengarang”.* Bagi saya pribadi, dia bukan hanya sosok yang sederhana dan penyemangat, tapi juga sosok yang low profile. Bagaimana tidak saya katakan begitu, karena dengan rela dan ikhlasnya dia mau menyapa, diskusi, dan bahkan ketawa-ketiwi dengan seorang yang ‘belum apa-apa’ seperti saya. Bahkan ketika saya meminta ijin untuk menulis perkenalan saya dengannya, dia malah bilang “duh sy jadi melompat2 di depan komputer neh”. Padahal saya mungkin yang bisa dikatakan melompat-lompat karena bisa diskusi dengan penulis sekelas Allen (tapi tidak jadi lompat-lompatnya, karena saya sadar saya bukan kelinci).

Tidak banyak saya bisa tulis tentang kehidupan Allen, selain dia orang Sumatera, berumur 25+5, sekarang bermukim di Selangor , telah mempunyai seorang istri (cute Len!), sedang menulis novel dengan setting Malaysia, dan sekali lagi orang yang selalu memberi semangat (tetap semangat!!!).

Memaparkan cerita ini selain menambah publikasi Allen tambah ngetop juga (smile Allen…) karena ada nuansa ‘tersentuh’ dalam jiwa saya. Karena seperti saya katakan, saya akan menulis jika ada ’menyentuh’ dan ‘tersentuh’. Jazakallah ya akhi for the touching and being my friend.

* dikutip dari cover Surat dari Tepi Barat by Arlen Ara Guci

Thursday, March 01, 2007

PR 'bout Record

Saya lagi tertimbun buku dan sedang asyik-asyiknya membaca postingan tulisan FLP dan Apsas, eh ternyata harus pula mengerjakan PR dari Mommy Rayna. Okey Ni! saya jera untuk menunda, karena selain pernah tahu gimana rasanya menunda, juga menyenangkan hati teman itu adalah 'kegemaran' saya. *bigsmile*
Let's start to see :
1. Record that change your life
Raihan dan Debu lyrics can cange my life and yours of course. Just listen and save in your soul.

2. Records you've listened more than once
Yang bisa diterima dan dinetralisir sama telinga dan jiwa saya.
3.Records that you just don't understand
Lagu yang bahasanya ga saya mengerti. Juga kalau syair atau liriknya memerahkan telinga, bikin saya tambah tidak mau mengerti.
4.Record that made you laugh
Saya tipe orang yang susah tertawa kalau lagi dengarin lagu. Tapi, kalau liat klipnya nah baru bisa deh ketawa. Yang konyol masih dominan Padhayangan ya…
5.Records that made you cry
Lagu-lagu tentang salam dan shalawat. Tidak tahu kenapa, jika ada kata “Salamu’alaika ya Rasul, ya Habibi, ya Saifullah” saya bisa menangis. Aneh!!! Mungkin saya terbawa oleh perasaan sendiri yang membayangkan kekasih SANG PEMILIK itu.
6.Record that creeps the hell out of you
Yang ga jelas! Pokoknya semua lagu yang ga jelas deh…
7.Record you wish had never been made
Yang jelas-jelas ga boleh didengarkan, seperti menjelek-jelekkan, syairnya yang kotor (coba cuci dulu!!)
8.Records that you've just listened
Shalawat by Raihan feat MeccatoMedinah and Somebody by Depeche mode.
9.Record you've been meaning to buy (..or Steal)
Memangnya saya klepto sampai pakai mencuri segala. Sudah lama ga beli cd, karena saya punya cd khusus dari Abi for 7th years our anniversary tahun lalu, yang isinya lagu-lagu yang pernah diremote abi ke kantor saya pada jaman dahulu kala. Cukuplah itu saja. Karena, isinya udah lebih dari 100 lagu dari jaman 70-an sampe akhir tahun 90-an.
10.Nge-tag siapa lagi.........???
Siapa yang mau dikasi PR??? Hayo ngacunggg…Coba kerjakan buat Neng Nita, Mama Di, dan Neng Deph
Done!!! Saya baca dulu ya...