Thursday, November 29, 2007

...just drop me a line

Saya tidak berubah…
Saya masih seperti dulu…
Masih suka menatap hujan…
Masih suka tertidur pada tumpukan buku…
Masih menyeruput kopi dengan mata terpejam…
Iya,…
Saya tidak berubah…
Tatapan saya pun masih sama…
Senyum saya masih sama…
Kerlingan saya masih sama…
Lalu,…
Kenapa takut untuk berbagi?
Kenapa mesti enggan bersandar?
Kenapa harus terjegal oleh kesibukkan saya?
Itu tidak akan selesai jika selalu diukur
Tidak akan pernah bisa melegakanmu
Karena,
Saya masih sama
Saya tidak berubah
Saya masih disini
Masih setia berbagi jika kau ingin

Saya selalu bertandang pada pintu-pintu sunyi milik sahabat saya. Saya kangen! Sepadat dan secepat diri berlari untuk menyelesaikan tugas-tugas yang pernah saya abaikan waktu dulu, harus saya lakukan sekarang. Karena inilah berlarinya saya ke tujuan akhir. Ah susah banget untuk dicerna ya?

Ya, beberapa teman dan sahabat saya menegur, baik lewat email dan sms, “Duhai kasih, dikau tenggelam seperti ditelan bumi, padahal aku tahu, pesan ini akan sampai kepadamu, dan akan kau balas walau dengan rentang waktu yang lama, tapi aku tahu, sayang dan cintamu, masih ada untukku.”
Lalu mereka pun dihinggapi rasa tidak enak untuk mengganggu, yang biasa mereka ciptakan pada hari-hari saya sebelumnya.

Padahal…come on, just drop me a line...

Teruntuk sahabat-sahabat yang selalu datang pada kerlip kalimat sedih, mengapa ragu menyapa?

Teruntuk sahabat yang jauh dari pelupuk mata, jangan pupuk rindu untuk tidak mendongeng, karena saya pun masih ingin mendengarnya.


Teruntuk sahabat yang sering melayangkan emailnya, bergelut dengan segala nestapa, saya tidak akan gentar oleh depakanmu, ketika kau katakan, “Aku ingin kamu melihatku bahagia, karena aku tidak layak ditangisi, aku ingin kamu memberiku bahagia, seperti aku berusaha memberimu bahagia dengan tidak mengeluh denganmu.”

Percayalah, itu tidak akan menyurutkan langkah saya untuk mendekapmu.

Saturday, November 24, 2007

Arung Jeram ria

Lagi nostalgia sama seabreg poto-poto jaman dahulu kala, nemu satu yang belum jadul banget. Foto ini diambil sekitar pertengahan Juni 2007 kemaren. Pada waktu saya sekeluarga liburan ke parung kuda, menyalurkan adrenalin yang berlebih (bisa berlebih gitu?).

Foto ini diambil oleh orang yang professional (baca : udah biasa motret diatas batu gede ditengah arus liar). Baru mau mulai, udah disuruh pasang aksen. Hasilnya, ya bisa dilihat sendiri. Ada yang menunduk takut cakepnya ketahuan, ada yang senyum manis, karena emang disuruh senyum, dan para bocah pada ceceungiran takut, karena it was for the first time for them.

Waktu itu, inginnya sih ambil rute yang 3 jam. Setelah ajak sana-ajak sini (sampe ngajak beberapa blogger yang dijakarta), yang bisa hanya si Richard, sepupu yang terakhir ketemu 7 yang lalu dan harus balik ke Munchen, ditambah Jihad dan Kiki (adiknya Richard) melengkapi acara arung jeram versi pemula. Hanya 1 jam lebih dikit, dengan perjalanan sepanjang 4km, cukuplah buat senang-senang dengan keluarga. Asyik! Dan ini bisa dikatakan farewell party’nya Richard Gotz.

Mau-maunya juga saya ambil resiko olahraga ini?

Ah ini sebenarnya sedikit dari kegilaan saya yang masih tersisa (bangga banget kesannya yak?!?). Sejak SMP hingga SMU dihabiskan untuk yang namanya meng ’olah-raga’. Mungkin karena saya adalah anak yang sangat disayangi oleh berbagai macam penyakit hingga harus lebih sering menggerakkan tubuh, supaya mereka bisa terpental jauh.

Jaman dulu, saya hobi banget ngebasket. Setiap hari latihan. Pergi turnamen hayo ajah. Gak mati semangat deh. Masuk SMU mulai deh melirik Softball. Tambah asyik! Malah saya aktif luar biasa disini. Hingga bisa masuk pada jajaran atlet daerah. Diikut-sertakan untuk pada beberapa kejuaraan. Rasanya emang masa muda yang menyenangkan. Jadi jangan heran ketika dikatakan jiwa saya sama seperti lagu celine dion, yah...ada benarnya juga.

Kenapa bisa?

Setiap kali memberikan kajian pada binaan yang masih SMP, saya selalu tekankan;

‘Habisi masa mudamu dengan bisa lebih berprestasi. Jangan jadikan kota sempit dan pengap seperti Sengata menjadi halangan bagimu. Karena dengan begitu pikiran-pikiran kotor dan emang lumrah biasa terjadi bisa ditepis, dan bisa hilang bersama kesibukan yang lebih bermanfaat.’


Betul gak? Karena emang gak jarang, mereka selalu bertanya, ‘boleh gak pacaran?’ atau ‘boleh ga dua-dua’an?’. Saya rasa demikianlah kita bisa menolak segala kegiatan buruk. Dengan banyak kegiatan dan menjadikan diri lebih bisa memandang hidup lebih indah dari hanya ber 'dua-dua' an, yang belum tentu akan ber 'dua' nantinya.

Jadi kalau ada yang bilang sengata gak ada kegiatan yang bisa memompa semangat hidup? Siapa bilang? Saya yang sudah berbuntut 2 aja, mesti pinter-pinter membagi waktu untuk segala aktifitas diluar rumah.

Jadi ngelantur ke binaan deh…

Anyway, kalau saya nanti pulang liburan kejakarta lagi, dan ada yang saya ajak berarung jeram selama 3 jam, mau ya? Rugi loh nolak. Kapan lagi, melepas teriakan dengan sekencang-kencangnya dialam terbuka. Heueheueheuheu…

Wednesday, November 21, 2007

Sekilas pada Acara Bedah Buku

kemanakah dikau, hai sang pemilik blog?

Tenang... saya masih disini. Masih tertimbun segala macam kejaran dan tumpukan tulisan yang harus segera diedit

Duh segitu sibukkah dirimu?

Inilah pilihan saya, yang kata salah seorang peserta bedah buku kemaren minggu, 18 November 2007, pilihan yang aneh dan langka. Pilihan dimana saya bisa saja menenggelamkan diri pada rutinitas kantor, ruangan berAC, dengan duduk manis dibelakang meja. Mengingat study saya yang bukan main-main (emang saya kuliah gak main-main kok). Mengingat pengalaman karir saya pun bukan pekerjaan gampang yang diraih. Tapi mengapa justru dengan rela berkasak-kusuk menekuni profesi penulis yang…yah berapa sih pendapatannya? (ihhh belom tau ajah lagi…)

Begitulah, acara bedah buku yang –dengan ikhlasnya- saya ketuai, berjalan dengan lancar dan menggembirakan. Jam 8.30 pagi peserta sudah antusias memenuhi stand bazaar, tempat dimana buku Sebab Cinta tak Kenal Waktu –serta buku-buku FLP lain- bisa didapatkan. Acara dimulai sekitar pukul 9.30 pagi (biasa molor, kami kan orang Indonesia!!). Beberapa acara dilalui dengan baik, hingga sampai pada sesi inti dari acara itu, yaitu membedah 2 buku sekaligus, Bercermin pada Hatimu serta Sebab Cinta tak Kenal Waktu.

Pembedah memang khusus saya dan Vita pilih. Pertama adalah Pak Sony, General Manager ESD KPC, karena beliau adalah penulis non fiksi (ilmiah) ketika masih di Freeport, juga yang memberikan endorsement pada bukunya Vita, serta Ustadz M. Lili Nur Aulia. Beliau adalah redaktur Majalah Tarbawi, pada kolom ruhaniyat. Pas banget dengan karya non fiksi kami yang memang berkisah tentang perjalanan ruh kami hingga bisa menghasilkan tulisan penuh cinta.

Ada tukilan dari obrolan para pembedah pada waktu itu yang menarik. Buku Sebab Cinta... dikatakan adalah buku dimana isinya curhat yang bisa membiaskan sesuatu yang lain bagi si pembaca. Dimana curhat adalah obat yang paling manjur bagi orang stres. Dan jika bisa menuangkannya dalam tulisan, inilah salah satu terapi yang ampuh, dimana sang penulis bisa memberi terapi pada dirinya sendiri juga kepada orang lain. Boleh dikatakan, dengan menulis sama halnya memperbaiki emosi kita agar lebih terkendali dan ini salah satu kemampuan otak yang setiap orang memilikinya. Ketika itu tergali, itulah hasil dari cara kerja otak yang optimal.

Salah satu pembedah pun mengatakan, ibaratkan sebuah cangkir, yang terus-terusan diisi oleh air, hingga pada akhirnya meluber keluar dari tempatnya, seperti itulah orang yang mau menulis. Isi dari cangkir adalah kegemaran dan keterlibatannya langsung pada media yang disebut buku. Semakin banyak buku yang dibaca, semakin banyak pula isi kepala dari si pembaca, semakin sering pula ia mengimplementasikannya pada bentuk tulisan.

Lalu tulisan seperti apa sebaiknya?

Tergantung apa yang ia harapkan pada si pembaca. Ingin fun, maka tulisan yang menggembirakan akan ada. Ingin berimajinasi, maka tulisan yang mempunyai daya khayal kuat akan tersampaikan.

Lepas dari itu semua, buku Sebab Cinta… adalah buku yang ringan. Orang tidak perlu berkerut-kerut untuk membacanya. Orang tidak perlu membuka kamus ketika menemukan kata-kata aneh. Orang tidak perlu menyimpannya ketika selesai dibaca. Orang tidak perlu membacanya dari awal hingga akhir secara runut. Tapi justru, ketika selesai membaca, buku ini akan kembali bisa dibaca sebulan, setahun atau sepuluh tahun lagi. Karena buku ini bukanlah kisah yang sedang marak sekarang ini. So simple.

@@@

Sedang memberi tanda tangan (asli saya gak nyangka akan diminta tanda tangan!!!), seorang bocah lelaki menyeruak diantara orang-orang, tingginya hampir sebahu saya, dengan senyum khasnya, dia berucap,
“Mimi, Aa boleh beli buku Sebab Cinta, terus kasi tanda tangan ya!”
Ummi pun ceuceungiran…

Teruntuk semua teman blogger, terimakasih masih mau berkunjung keblog yang sunyi senyap ini, semoga tali kasih kita tetap terjalin kuat
Poto-poto acara bisa diliat dirumah saya yang lain

Monday, November 12, 2007

Sebab Cinta Tak Kenal Waktu

Akhirnya, salah satu sesi menjelang launching dan bedah buku saya dan Vita serta Ika (FLP transfer dari Yogya) telah dilewati dengan baik kemaren pagi. Yup! On air disalah satu radio swasta dengan harapan FLP sengata bisa menggebrak (eh jadi inget soto gebrak di Tebet?!) semangat para pengurus serta anggotanya.

On air selama 2 jam, mengasyikkan juga. Biasanya kami bercerita dan merangkai kalimat diujung pena, tapi sekarang menghadapi pendengar yang tidak terlihat. Buat saya, ini bukan pengalaman pertama untuk berbicara di sebuah corong radio. Tapi kali ini sangat menyenangkan. Selain memperkenalkan FLP juga menceritakan sedikit dari isi buku juga berbagi pengalaman kenapa kami bertiga sangat gemar membaca bisa dimulai dari usia anak-anak. Dari kegemaran kami melahap buku hingga menghasilkan satu lagi pekerjaan yang tidak main-main, yaitu menulis.

Ada satu kejadian yang menggelikan sehari sebelum on air. Ketika itu, saya dan teman-teman aktivis sedang dalam perjalanan ke Sengata Selatan dalam rangka silaturahim. Dalam perjalanan, terpantik cerita akan gencarnya mereka woro-woro ke adik-adik binaan mereka bahwa di sengata sebentar lagi akan ada bedah buku dan kedatangan penulis dari luar. Reaksi hahahihi dan ledek-ledekan malah muncul ketika mereka tahu sayalah salah satu penulis yang mereka kira dari luar itu.

“Ya Allah Ukh, anti kah? Ga nyangka euy, sekarang disetirin sama penulis”
“Ayo ukh, mana buku gratisannya? Sama tanda tangannya sekalian ya?”
“Eh ayo, sekarang puas-puasin ngeledek Mbak Rien, besok-besok mana bisa kita bisa kayaq gini. Hahahahhahaha”

Saya yang terpojok, bukannya GR, malah balik melancarkan serangan ;
“Iya, ayo mumpung saya belom tenar banget. Mumpung kemana-mana masih bisa disetirin, mumpung masih bisa jadi PJ binaan, puasin deh foto bareng dan tanda tangannya. Entar-entar maaf deh, kayaqnya akan sibuk merilis buku lagi dan lebih sering on air dan masuk TV”
semua pun serentak ngakak (ngakaknya cuman bisa dikalangan akhwat loh).

Kami memang kompak. Dimulai sejak awal ramadhan sudah sibuk sekali membina. Hubungan kami bukan sekedar teman, lebih dari itu. Hubungan cinta dan kasih sayang yang sangat tulus karena kami berjuang untuk tetap lurus dalam dakwah. Hubungan cinta yang terus menggelora selalu mengingatkan bahwa haruslah ada peningkatan kebaikan dalam diri kami. Hubungan sayang yang hanya semata mengharap sayang dan cinta-NYA bisa selalu mengiringi langkah kami.

Dan buku ini perwujudan rasa sayang dan kasih yang telah hadir pada kehidupan saya. Rasa yang bukan hanya milik manusia yang berbeda kelamin. Bukan hanya milik antara laki-laki dan perempuan. Tapi lebih universal. Karena setiap kejadian yang saya alami, cinta itu selalu menggelora memenuhi hati dan sanubari. Membuncah, meruah memadati jiwa… Karena memang, ...cinta tak kenal waktu...

dan rinduku untukmu
selalu berderu
dalam gairahku
menuju cinta Rabb-ku,
lewat lisanku,
sampaikan doaku-
dalam malamku-
untukmu.


Terimakasih pada seorang akhi (ya kamu! Ah lagi-lagi…) yang mau berbagi warna dalam hidupku bersama dua cinta. Allah telah memberi kesempatan-NYA melaluimu, dengan bisa memberiku banyak hal yang bisa kucurahkan.


Tuesday, November 06, 2007

Cinta Itu Ada yang Punya

Jangan katakan engkau patah hati…
Jika belum pernah mengenal cinta-NYA…


Tidak ingin sebenarnya membahas masalah cinta atau kepatahannya yang tidak berkesudahan, jika masalahnya ada pada diri kita sendiri. Rasanya bagi saya hanya akan menambah luka yang serasa terus diperciki buliran garam. Pedih! Tapi, jika terus dipendam, bukan tidak mungkin akan membuat hati yang patah menjadi putus asa, memendam rasa yang tak sampai, mengakibatkan kotornya hati yang memang harus selalu bersih.

Saya pun pernah jatuh cinta. Walau yang kata eyang titiek puspa ‘berjuta rasanya’ tidaklah selamanya bisa saya rasakan. Jatuh cinta bagi saya adalah suatu unsur ketertarikan seseorang yang sangat abstrak. Hingga, terkadang sangat abstraknya saya menganggapnya biasa saja. Jika demikian, bila saya bisa menganggapnya biasa, lalu pastinya sangat langka untuk menemukan saya patah hati, atau layu karena cinta tak terbalas? Yup! Memang langka. Seingat saya, hanya satu hari saya habiskan untuk menangis karena dilukai oleh sifat ke’playboy'an seorang cowoq pada masa SMU. Hanya satu hari, setelah satu hari itu, saya bisa melupakannya dan ‘aku baik-baik sajaaa’ (pake irama RATU), kemudian membingkainya sebagai memori keterpurukan iman saya.

Begitu gampang? Susahnya untuk dilakukan…

Cinta memang begitu dahsyatnya hingga bisa membuat seorang gadis terus-terusan menangis setiap kali melihat pujaan hatinya berlalu begitu saja didepannya, setelah mengungkapkan kata putus. Atau merananya seorang lelaki yang ditinggal gadis pujaan hatinya, menikah dengan pria lain, pilihan hatinya. Atau membuat layu seluruh taman bunga yang ada dalam hati seorang perempuan. Begitu layunya, hingga selalu mencoba menyiramnya agar bisa mekar lagi. Gak bisa terima kenyataan?

Cinta memang menakjubkan, hingga tidak pernah mengenal satu golongan pun untuk disandari olehnya. Dikalangan ikhwah pun gak lepas dari terjangan kata ‘cinta’ atau ‘patah hati’. Seorang gadis yang biasa mengenakan kerudung, memakai gamis, ikut tarbiyah, baru-baru ini mengeluhkan betapa hatinya serasa nyilu diiris sembilu. Bertemu dengan saya pun selalu dalam keadaan mata yang beungeb (lebam kata sunda teh!), wajah yang kuyu, senyumnya ketika dulu masih akrab dengan seorang lelaki udah hilang bersama putusnya tali ‘ta’aruf’ mereka. Gadis ini sangat memelihara rasa sakit hatinya, hingga walopun udah jelas ditinggal sang pujaan, tapi masih saja ngotot untuk terus mengenangnya. Maka setiap kali dia datang, selalu saya berikan senyuman yang paling mesra, sambil nyanyi;
...Hatiku hancur mengenang dikau...
...berkeping-keping jadinya…
Secepat kilat senyum dan tawanya merekah bak bunga matahari. Manis banget! Tapi gak lama mendung lagi, dan hujan deras menyiram basah kedua pipinya.

Neng, setiap perjumpaan pastilah ada perpisahan. Setiap ada bahagia pastilah ada duka. Tapi bukan berarti hidupmu harus berhenti, harus stuck tanpa ada prestasi. Kenapa justru untuk seorang lelaki yang tidak mampu menjaga hatimu, harus kamu tangisi? Jelas-jelas dia telah mengkhianatimu, memberikan janji palsu, merobek segala harga dirimu. Masih ingin ditangisi? Apa dia terlalu baik? Itu dulu. Tau gak? Kenapa dalam islam, tidak ada pacaran? Ya seperti ini akibatnya, futur neng! Jangan khawatir deh! Jodohmu sudah tertulis jelas pada diary hidupmu yang sudah dikeep sama Allah. Kenapa masih ngotot ingin bersama lelaki yang telah berani menyelewengkan aqidah?”

Umm…masih inget sama lagunya Celine Dion yang judulnya “My Heart will go on”?. Saya inget banget, semasa masih dalam status ‘sendiri’, seorang lelaki mengatakan, "perempuan kok gampang banget ya melupakan kisah manisnya sama pria? Coba deh dengerin lagunya celine, my heart will go on, ada baitnya yang bikin temenku pada marah loh, gini nih, …and you here in my heart and my heart will go on, tuh kan sadis banget." Saya waktu itu senyum-senyum saja, dikatakan sebelas duabelas (baca=sama) dengan lagu itu. Lalu apa yang salah dengan salah satu bait lagu itu? Emang mesti gitu kan? Orang yang udah pergi, gak perlu ditangisi sepanjang hayat. Orang yang sudah pergi dan gak akan kembali, untuk apa dinanti? Apalagi secara nyata tidak memilih kita, nyata tidak ingin bersama kita. Buang waktu!

Ketika cinta mulai terasa, seharusnya ada saling menguatkan akan kemurnian cinta itu sendiri. Kemurnian dari Dzat yang telah memilih kita untuk merasakannya. Cinta bukan berarti harus diumbar secara berlebihan. Cinta bukan berarti bisa menghalalkan segala cara untuk diraih. Cinta itu suci, hingga penempatannya pun tidak akan pernah salah. Namun, jika pada kenyataannya cinta diibaratkan sebuah kanker yang ganas dan bisa membuat mati pemiliknya, itu hanya karena terbatasnya kemampuan diri untuk menata letak, dimana seharusnya cinta berada.

Cintaku hanya 3% untukmu…
Sisanya adalah kesiapanku untuk menerima kodratku jika bukan takdirmu…
Dan…aku pun tidak akan patah hati olehnya…
Karena, masih ada cinta yang siap aku berikan seutuhnya…
Kepada si Pemilik Cinta…

Kamu (ya kamu!), si pemilik 3%, terima kasih telah bersedia mengarungi takdirku bersama kodratmu hingga detik ini...
ps: para akhwat, laa tahzan...be strong!