Monday, June 04, 2007

Romantic in my Mind

“Ukhty, aku ingin tau seperti apa romantisnya anti dengan abi. Seperti apa ini bisa dirasakan oleh pasangan yang sudah 8thn kenal pribadi? Bisakah anti memberikan masukkan buatku? Aku begitu ingin pasangan romantis seumur hidupku. Kira-kira mungkin ngga ukh?”

“Anti punya bayangan seperti apa romantis itu?”

Wanita ini kemudian mengernyit. Pasti sibuk dengan bayangan sifat romantis yang ada dikepalanya. Saya jadi mencoba meraba-raba juga, hmmm…seperti apa ya romantis ini? Seperi mawar indah merekah nan merah? Seperti manis dan kinclongnya hadiah yang terbungkus ketat oleh kertas kado? Seperti untaian kalimat yang menggelitik telinga membuat dada bergemuruh?

“Mungkin dengan kejutan-kejutan manis ketika pasangan kita memberi kita kado ukh? Atau kata-kata indahnya yang merayu? Dengan setangkai mawar merah, berbisik puitis ‘wajahmu bagaikan rembulan yang membuat darahku berkelebat hilir mudik dalam denyut yang tak terarah’?”

“Bisa saja. Sah dan wajar jika romantis itu dikaitkan dengan hal duniawi seperti ini ukh. Jika demikian, sebaiknya bersiap-siaplah untuk tersentak bahwa Allah itu MAHA PECEMBURU, ketika gelora menyapu dada dan perasaan, sekejap akan sirna oleh kelengahan diri yang lemah. Susah ya ukh, bahasa saya?”

“Anti terlalu puitis dan sedemikian rumitnya memberikan romantis yang anti simpan. Huh! Ayolah ukh, aku tahu, didalam pribadi diammu, pasti ada romantis yang anti ukirkan” memaksa dan menyenandungkan rayuan yang membuat saya tersenyum. Tapi bagaimana romantis itu?

Wujud romantis adalah hal-hal diatas yang pernah bersarang di pemikiran saya pada satu masa dimana segalanya dipandang hanya untuk dunia indah ini. Tidak peduli seperti apa makna romantis itu sebenarnya. Padahal saya sendiri sangat tidak bisa menikmati romantis yang umum terjadi. Ketika seorang pria datang membawa bunga, saya malah sibuk berpikir “Gimana biar bunga ini tidak layu? Tanganku tidak dingin untuk dapat membuatnya terus hidup dan mekar” atau jika seorang teman datang membawa sekotak coklat, saya malah sibuk makan dengan secangkir capucino. Atau jika bingkisan kecil datang, dengan kartu bertulisan “You’re my light, you’re my sunshine, you’re my destiny” saya malah sibuk mencari kata-kata ini pada sebuah lagu.

Saya tidak romantis! (menulis tentang romantis ini pun harus diiringi only hopenya switchfoot, sambil ngopi, biar sisi romantisnya keluar). Tapi saya seorang pengingat yang –cukup- baik (Alhamdulillah). beberapa detil yang terjadi pada kehidupan, bisa dipastikan terekam dengan baik. Walaupun kadang terdengar soak jika diibaratkan sebuah kaset usang. Saya malah tersenyum geli ketika ada surat melayang dengan kata-kata pujian dan sanjungan. Tidak nyata! Pernah ada sebuah tulisan seperti ini “bahagiakanlah dirimu, akan kutunggu kau digerbang –nama perusahaan- dengan sebongkah hati yang merindu”. Tebak apa yang terjadi? Saya celingak-celinguk mencari si penulis ketika saya mulai memasuki gerbang yang dikatakannya sehabis pulang dari cuti. Tidak nyata sama sekali kan? Padahal jika sekarang terjadi, akan maklum dan berpikir, inilah sebuah prosa pengungkapan hati jika berkata dalam bahasa pujangga.

Seorang yang tidak romantis akan mendapatkan pasangan yang tidak romantis atau sebaliknya? Mana yang lebih nyaman? Bisa dibilang soulmate?

Romantis yang ada dalam persepsi saya adalah kesamaan misi dan visi, dan dengan segala kerendahan mau menghormati segala pemikiran dan hijab. Tidak peduli dia dari kalangan mana, dari suku mana, setinggi dan setebal apapun perbedaan yang ada. Saya justru percaya bahwa dari perbedaan itulah romantis tercipta. Memperbaiki sifat yang kurang baik pada pasangan kita juga adalah romantisme yang dibangun atas dasar ingin menerima. Menerima, tapi tidak dengan mata hati yang buta.

Bagaimana saya akhirnya mendapatkan romantisme itu sendiri? Ketika saya akhirnya ‘pacaran’ setelah menikah. Bisa makan berdua, pulang larut, membeli buku, semua dilakukan setelah akad ijab kabul dilaksanakan. Disinilah sisi romantis pada awal pernikahan terjadi. Perasaan asing dan mulai belajar mengenal masing-masing karakter, justru menambah getaran bumbu dari romantis itu. Tahun-tahun dilalui dengan semakin banyak belajar dan menerima, disertai memahami dan bisa mengubah kearah yang lebih baik. Hal-hal ini juga saya temukan pada postingan si penulis - saya banyak belajar dari beliau- tentang romantis.

Bagaimana dengan kalimat yang biasanya juga ingin didengar oleh seorang wanita? Apakah didapatkan pada masa 8thn itu?

“Saya pengen menjadi pacarmu, tapi kita harus menikah dulu”; “Ngga yakin saya menyayangimu? Tidak perlu dijawab, kita belum boleh untuk itu” ; “Saya sedang resah, saya tidak bisa curhat dalam denganmu, sebelum menikahimu” ; ”Saya dan kamu tidak perlu menunggu pendidikan saya selesai, mencintai Rasul adalah menunaikan sunahnya” ; ”Saya belum mengenalmu, baik dalam dan luar pribadimu, jadi tolong ijinkan saya mengetahuinya setelah menikah”. Romantis? Silakan menilai sendiri.

Atau, inilah sedikit ceritanya yang mungkin bisa dikatakan romantis. Ada seorang pria yang dari kecilnya sudah berkecimpung dalam IT World, memberikan beberapa lagu dalam bentuk mp3 pada pasangan wanitanya, berharap sisi romantisnya bisa terkoyak dan tumbuh dengan alami. Meremote lagu-lagu itu langsung pada stasiun kerja teman wanitanya. Bisa memberikan pekikan kecil yang kadang hanya dalam hati wanita. Si wanita pun berpikir, mungkin inilah yang bisa dikatakan romantis. Padahal, pria ini selalu bergumam “Thanks to technology, that I can make your opinion about romantic side in me”. Karena dia sadar dia tidak romantis sama sekali. Lain pihak, si wanita juga pernah terkaget-kaget, ada sebuah benda segiempat terbungkus kertas bendera merah putih, dan catatan kecil dari pemberinya “selamat hari kemerdekaan”. Akhirnya didapati bungkusan itu berisi coklat, dan merdekalah wanita itu dengan mengunyah coklat.

Setelah 8thn kenal pribadi masing-masing? Sisi romantis yang paling dahsyat adalah ‘aku mencintaimu karena pecipta dan pemilikmu”

Tidak akan dinafikan bahwa wanita juga masih ingin romantis yang tidak gombal sama sekali, bukan hanya ingin menyenangkan saja, tapi lebih pada bisa menguatkan dan memberikan ghirah (semangat) pada pribadi masing-masing. Juga mencoba ngga munafik, wanita (saya wanita loh) masih ingin mendengar ‘aku sayang kamu’, bukan hanya diucapkan ketika sedang berdua’an, tapi juga ketika menemukan kesenangan bahkan kepedihan pada diri pasangan kita. Dan bukankah getaran juga bisa didapatkan ketika pasangan kita bisa berubah kearah yang lebih baik, positif dan manfaat. Misal yang biasa terjadi, ketika pasangan kita mulai bisa mengurangi kebiasaan membludaknya emosi, kita harus bisa asih memberinya penghargaan romantisme dengan mengatakan "aku bangga dan menyayangimu".

“Ukhty, bisakah aku seperti dirimu?”
“Anti berhak atas apa-apa yang diridhoi oleh Allah. Anti juga berhak menentukan romantis seperti apa yang anti ingin dapat dan ciptakan. Jadikan perjalanan hidupmu menyenangkan juga membuatmu nyaman. Insya Allah. May Allah bless u and yours”


Saya sedang bersiap-siap ke kota tempat kami bisa menikmati romantis pertama kali. Pulang kampung sekaligus recharge.