Tuesday, August 25, 2009

Pijar Cahaya Ramadhan


Apa kabar Ramadhanmu kali ini?

Jelang Ramadhan, hujan turun seperti ratusan jarum pagi itu. Sedari subuh, tanah sudah basah dan mengeluarkan bau khas. Walau rasanya memang tak menyangka, mendekati Ramadhan, hujan justru tumpah ruah. Padahal sebelumnya, panas hingga mencekik kering tenggorokan kadang menjadi keluhan di siang hari.

Ini anugerah. Ini keajaiban. Sementara harus menyingsing beberapa rapat sebelum pergi, sempat terpikir mengapa kali ini sedikit resah ketika bulan mulia ini mulai dijelang. Sebenarnya bukan karena resah akan kehadirannya, yang sejak berakhir setahun lalu justru selalu dirindukan. Namun resah karena kali ini mengenai persiapan untuk mengisinya, memcoba memberinya arti tak ternilai, tidak begitu maksimal seperti tahun-tahun lalu.

“Entah ini faktor semakin kurangnya kita menghayatinya, ataukah memang ini ujian bagi kita yang merasa selalu gagah ketika bertemu Ramadhan, hingga Tuhan sedikit memberikan sentilan pada kita?”

Teman saya benar. Maka berangkatlah saya meninggalkan Sengata yang biasanya hiruk pikuk menjelang Ramadhan telah dirasa sebulan sebelumnya, namun tidak kali ini. Segelintir agenda penting, malah harus tumpang tindih, berubah jadwal ataupun batal sama sekali, karena tidak terjalinnya koordinasi yang mumpuni. Mungkin inilah keputusan dari sebagian diri saya yang ingin memerdekakan diri dari ketidakpuasan dalam menyikapi, pergi ke satu tempat penting lainnya, dan meninggalkan sedikit semburat bilur yang entah apa namanya.

Hingga sampailah pada perjalanan yang melelahkan, menguras tenaga karena harus menghadapi sidang bermalam-malam, beradu argumentasi, yang justru mampu memberikan nuansa lain. Kegiatan rapat yang baik esensi, juga peserta sangat berbeda dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya, memberikan satu warna tersendiri, yang dominan sama-sama dirasakan oleh peserta yang lain.

Tuhan sedang mengajak bercanda, Panas berbulan-bulan, dapat Ia teduhkan dengan derai hujan yang jatuh dari pori-pori langit. Gersangnya perasaan karena merasa tidak mendapatkan keteduhan seperti biasanya, bisa Ia payungi dengan kesempatan mengalami hal-hal diluar batas perkiraan manusia. Jika jauh di ujung timur peta Kalimantan, rutukan serta gerutuan tak jelas ada, namun tidak ditempat lain, yang nun jauh pula. Cahaya itu jelas pada nafas lelah serta gantungan hitam yang menggelayut di mata, akibat tidur yang selalu berakhir malam, hingga tawa kami serta tangisan ketika harus berpisah, semakin terasa. Awal hari-hari menjelang Ramadhan, kami dipertemukan dalam perburuan buku, perburuan di pasar tradisional, perburuan waktu disesela tea break, perburuan dengan peserta lain untuk mendapatkan dukungan, perburuan menggali ilmu dari para senior ditingkahi keragaman tingkah polah, karena asal kedatangan peserta satu dengan yang lainnya berbeda. Uniknya walau kami tak pernah bertemu sebelumnya dengan beberapa peserta dalam satu tim, tapi kebersamaan itu sangat mengikat kuat. Dan.. sekali lagi, benarlah, Tuhan sedang bercanda.

Ini realita. Dimana kita merasa akan kemunduran satu hal, yang pernah sangat begitu dinamis, lalu kemudian jika secuil kecewa ada, sangatlah wajar. Apalagi banyak harapan yang digantungkan pada langit-langit menjelang Ramadhan. Dan disinilah, skenario lain pun dirancang Tuhan. Lalu menjadi pentinglah kepergian ini. Menjadi satu kenyataan, bahwa ada rasa lain di tempat yang berbeda. Menjadi sadar bahwa, tak seharusnya kita selalu berada di area nyaman, dimana selalu mendapatkan kemudahan. Menjadi ingat bahwa dimana pun itu, selama masih di bumi-Nya, pijar-pijar cahaya-Nya dapat dengan mudah diraih, digenggam dan kembali di pendarkan memenuhi relung hati dengan khidmat.

Apa kabar Ramadhanmu kali ini?

Syahdu, penuh dengan luapan rasa dan hanya Dia yang tahu.