Monday, April 16, 2007

Perempuan itu...

beberapa tahun yang lalu…

"Aku difitnah! Dia katakan aku telah melakukan hubungan terlarang itu berulang kali, dan kami tau sama tau! Apa salah dan dosaku? Keji sekali dia merusak hubunganku dengan cara demikian piciknya! Yang lebih keji lagi, tunanganku malah percaya saja, dan dengan entengnya ia mengatakan “Aku sudah memilihmu untuk ku pinang dan kelak melahirkan anak-anak kita. Biarlah cerita ini menjadi bagian dari masa lalumu. Bukankah laki-laki keji juga untuk wanita yang keji, begitu pula sebaliknya”. Bayangkan! Tunanganku itu percaya saja dengan perkataan orang lain yang dia belum kenal baik. Orang yang sudah memfitnah aku. Bahkan, tunanganku itu baru mau mengatakan kenapa ia begitu suram, termenung dan banyak berbengong ria ketika kembali dari kampung halamannya. Ternyata, dia banyak memikirkan nasibnya yang telah menerima kucing dalam karung. Coba! Kucing dalam karung itu pastilah aku. Lebih baik kuputuskan pertunangan ini, yang sebenarnya bukanlah pertunangan yang nyata. Lebih baik aku tidak bersuamikan dia, lelaki yang mudah begitu saja memakan omongan orang lain yang tidak diterimanya dengan akal sehat".

Saya tercenung. Lebih tepatnya melongo. Perempuan yang berkata-kata itu kelihatan sangat tertekan tapi tetap manis dalam pakaian muslimah dan kerudungnya yang melebar menutupi dadanya. Kasian sekali dia. Dan lebih kasian lagi lelaki yang ia panggil dengan kata ‘tunangan’ itu, yang dengan mudahnya menerima fitnah dari mulut orang lain tentang masa lalu calon istrinya yang sangat buruk. Justru masalah ini muncul, ketika mereka sudah saling sepakat untuk meneruskan hubungan mereka ke jenjang yang lebih mulia, yaitu sebuah ‘pernikahan’.

Ketika saya tanya “sudah kamu tanyakan pada tunanganmu, kenapa ia percaya dengan orang yang memfitnahmu?”, dia menjawab “orang yang memfitnahku adalah mantan teman dekatku semasa kuliah. Dia begitu terobesesi dengan hubungan kami. Bahkan ia sempat mencoba memotong…entahlah…mungkin salah satu urat dibagian tangannya, dan memberikan darahnya yang ia torehkan pada sehelai kertas. Dia katakan, ‘aku tidak bisa kehilanganmu, karena kita sudah berjanji akan bersama selamanya, dan aku akan lakukan apapun asal kamu kembali padaku".

Saya tercenung lagi. Duh, pelik amat! Saya jadi berpikir “apa sih yang sebenarnya terjadi ketika pada masa pertemanan antara perempuan dengan lelaki yang menyebar fitnah itu?”, tapi sebelum bertanya, perempuan itu dengan tetap dinginnya berucap…

“Kami memang sangat dekat ketika berteman, bahkan gejolak cinta membuat kami berjanji untuk selamanya hingga ajal menjemput. Tapi ternyata aku semakin ketakutan jika disampingnya. Pemarahnya, pecemburunya, sampai aku harus melaporkan apa saja yang kulakukan selagi tidak bersamanya. Hidupku jadi sangat terbelenggu. Sepertinya dunia diperuntukkan bagi kami, tapi tidak dengan kebebasanku. Tapi, duh tega sekali dia menfitnahku seperti itu. Kejam! Jika itu terjadi pada mbak, gimana?”

Saya baru membuka mulut untuk menjawab, perempuan mulai menyambar lagi “Pasti sama denganku. Lebih baik tidak hidup dengan orang yang tidak percaya pada kita. Aku bahkan tidak akan mengakui dia tunanganku. Membuatku malu saja, tunangan kok malah menyudutkan aku seperti itu.”

Saya tersenyum, dan berpikir, ‘apakah lebih baik dia membuktikan pada tunangannya bahwa dia masih perawan dengan segera menikah dengan tunangannya itu?’. Dan dia memang seperti mempunyai pikiran yang sangat pandai membaca apa yang ada diotak saya. Tanpa selontar kata pun dari mulut saya, dia kembali berkata…

“Untuk apa aku buktikan keperawananku? Toh dia tidak percaya dari awal. Biar saja dengan ucapan orang-orang disekelilingku yang akan mencibir bahwa aku ternyata mudah goyah dengan hanya jenis angin seperti ini. Tapi aku tetap pada pendirianku, mbak. Aku tidak bisa memulai semuanya dari sebuah ketidak-percayaan”.

Saya (lagi-lagi) tercenung. Mungkin saya akan seperti itu jika mengalami hal ini. Saya akan bertindak sesuai kata hati saya. Dan akan tetap mantap untuk itu.

Sekarang…

Saya melihatnya bahagia. Perempuan sama yang saya temui dulu, masih dengan pakaian tertutup dan kerudung manis yang menutupi hampir kearah pinggangnya. Manis dan bersahaja. Bersama seorang lelaki yang berjanggut tipis, berpakaian taqwa (pastilah suami pilihan SANG PEMILIK usai masa fitnah itu). Dengan manjanya, mereka dikelilingi dua orang anak-anak, yang berceloteh menanggapi kejadian disekeliling mereka. Tertawa bahagia.

Dan, rasanya saya ingin sekali menghampirinya dan bertukar sapa lagi. Ternyata, perempuan itu masih sama beberapa tahun yang lalu. Dia melihat saya dan kemudian berbicara sebentar dengan lelaki disebelahnya. Sejurus kemudian melangkahkan kakinya kearah saya. Menjabat erat tangan saya.

“Ukhty, aku bahagia sekarang. Beliau suamiku yang telah memberiku kehidupan yang penuh islami dan anak-anak yang kami bimbing secara islami. Aku tidak pernah menyesal mengambil keputusan yang dulu ukh. Aku tinggalkan tunanganku, lalu mantan teman dekatku terus mengejarku setelah tahu dia berhasil dengan hasutannya memutuskan hubungan itu. Dia terus mengajakku nikah. Aku mengelak, aku katakan aku juga akan segera menikah. Padahal aku belum pasti siapa calon suamiku waktu itu. Alhamdulillah, aku bahagia lahir batin ukh. Aku mulai berdakwah, dan suamiku mendorong segala kegiatanku. Doakan aku tetap istiqomah ya ukh” dia akhiri uraiannya, berdiri, memeluk saya dan berbisik “Anti ukhty fillah bagiku”.

Saya menangis jika ingat kejadian itu. Perempuan itu berhasil keluar dari masalahnya. Dan tidak pernah gentar mengambil keputusan. Sebuah keputusan yang sangat menyakiti banyak pihak waktu itu. Kedua orang tua tunangannya, sahabat-sahabatnya, juga pandangan miring dan negatif yang direngkuhnya. Dia sangat yakin dengan keputusannya. Dia sangat yakin akan bantuan Allah. Sangat yakin bahwa doa orang-orang yang teraniaya akan diijabah oleh Allah.

Dia tetap istiqomah. Barakallahu.

14 a little note:

Nia said...

Kalo qta berserah dan tawakal pasti ada jalan keluar utk segala sesuatu. Kisah yg indah mbak :)

Ryuta Ando said...

Ante Rien tulisannya bagus banget, dan yg bikin bagus lagi banyak hikmah yang bisa dipetik dari tulisan ini. Tulis artikel yang bagus-bagus lagi ya ante Rien, yg bermanfaat lahir bathin, yang bisa bikin nyaman hati. We love you....ganbatte !!

Toko Fiara said...

maknyus aku bacanya.. kalo ga salah di Al Baqarah ada tuh mba ; belum tentu yang menurut kita baik, baik juga menurut Allah.. begitupun sebaliknya... mudah2an kita bisa mencontoh dr kisah ini ya mba...

Nita Fernando said...

Hiks hiks ... sama ma Neli, aku juga MakNyuss mbaca nya, bagus banged tulisan ini, ini kisah nyata ato fiksi teh?

Insya Allah, selalu ada jalan klo kita mau berusaha, Allah tidak akan memberi cobaan melebihi batas kemampuan umat nya, Tawakal itu yg terbaik ...

Sekali lagi terima kasih atas tulisan ini ya teh, terus menulis lagi yaaa

mbokne kyra said...

duhhh...ceritanya bagus mbak...

angin-berbisik said...

ini kisah nyata atau fiksi mbak??? bagus sekali, hii merinding

Nunik said...

Mbak setiap ceritamu selalu bermakna selalu indah untuk saya baca :).

Anonymous said...

We'll always love you. -semperfi@cbn.net.id-

Anonymous said...

Terharu baca kisah ini Rien..
Allah memang maha penyayang ya Rien dan menunjukkan hidayahnya melalui siapa saja.
Thanks non atas sharingnya.

Anonymous said...

Ceritanya mengesankan.
Cara menceritakannya juga mengesankan.
(Aku jadi ingat masa-masa lalu.)

Anonymous said...

@ Nia & Ryu's mom : insha Allah kalau kita berserah semua hanya pada Allah:)

@ Neli, Nita, Nunik, Angky, Angin berbisik : terimakasih bisa maknyus, itu juga krn Allah...kisah ini bukan fiksi, nyata!

@ anonymous : I love u more and more, akhiku

@ Luky : bener Luk, sama-2

@ M Shodiq Mustika : tersanjung bapak berkenan berkomentar, apalagi bisa membuat terkesan, jazakummullah khoir.

pyuriko said...

Aku pernah dapat nasehat dari seorang temen, Jika kamu dalam keadaan posisi di fitnah atau apapun, berdoalah.... dan dengan berdoa, hati terasa tenang.... dan lambat laun, fitnah itu terkikis...

Anonymous said...

@ pyuriko : terimakasih Iko, saya akan inget kalimat Iko ini :)

Abu Hasna said...

Subhanallah, ceritanya mengugah banget mbak. Bisa buat pelajaran negh buat kita yang mo melangkah ke arah pernikahan agar lebih "trust" satu sama lain :)