Monday, April 09, 2007

Kangen yang dilarang!

Tulisan ini masih ada sangkut pautnya dengan postingan mengenai kangen. Ada yang bertanya-tanya, bagaimana dengan rasa kangen yang ada pada yang berlawanan jenis (masih manusia dengan predikat ‘lelaki’)? Dalam hal ini sang ‘lelaki’ adalah seseorang diluar suami yang menjadi sahabat/teman/tempat curhat bagi sang ‘wanita’.

Saya (mencoba) tidak munafik bahwa saya sebelum menikah dan memakai hijab, banyak mempunyai teman lelaki yang bisa diajak diskusi, kongkow-kongkow, hahaha bersama, tapi tidak curhat! Kenapa tidak? Saya memang tidak membiasakan dan tidak mau memberi curhat saya kepada teman lelaki, walaupun sebaik dan sehebat apapun dia bisa memberi saya masukkan. Karena sama saja saya membuka lebar-lebar pintu aurat saya didepan mereka. Hal ini lebih-lebih ketika saya mulai ‘insyaf’ dan hijrah. Pergaulan pun bisa dikatakan sangat manusiawi. Saya banyak menghabiskan diskusi dan bertukar pikiran dengan kaum akhwat. Tapi, karena ketika itu saya masih ‘menjabat’ wanita yang harus berbaur dengan kaum ikhwan, maka berbicara dan bertingkah harus selalu bisa (berusaha) saya kontrol.

Ketika sekarang, memasuki delapan tahun pernikahan, saya pun masih mempunyai teman ikhwan yang biasa saya panggil ‘akhi’, yang kadang kala -kalau ada waktu- suka ‘mengunjungi’ saya lewat email dengan berbagai lemparan hal-hal yang bisa kami diskusikan. ‘Akhi’ ini juga bisa dikatakan mengerti saya (walaupun terkadang kami suka membuat kesimpulan yang salah). Pertemanan kami dimulai hampir sebelas (11) tahun yang lalu. Diantara kami malah banyak berinteraksi dalam hal memberi tausiyah yang akhirnya bisa menguatkan kami dalam memelihara ‘hubungan’ pertemanan lebih beradab dan syar’e. Hal yang perlu digaris bawahi, kami tidak saling curhat dalam masalah berat, malah ketika mulai ada signal-signal kearah itu, spontan salah satu dari kami akan mengingatkan bahwa curhat yang terbaik adalah pada SANG PEMILIK. Dan ini tentunya tetap sepengetahuan suami saya. Karena biar bagaimana pun, walau saya menjaga jarak dan berbicara lewat email dalam sebulan bisa dihitung dengan jari (tidak sampai lima kali dalam satu bulan), saya harus bisa menjaga perasaan suami saya. Begitu pula dengan teman saya itu, apapun yang kami diskusikan biasanya melibatkan pasangan masing-masing, walaupun hanya sebagai pendengar. Dan satu kalimat yang membuat saya yakin kami bisa mejaga hati masing-masing adalah “Anti bukanlah wanita yang tepat untuk saya jadikan istri, kecuali hanya sebagai teman”. Bijaksana dan sangat tegas kami membentangkan garis merah pada pertemanan kami.

Bagaimana jika ada perasaan kangen? Karena kita sudah anggap dia sodara sendiri? Bolehkah?

Perasaan kangen bisa saya deskripsikan adalah perasaan dimana ada suatu kejadian atau hal-hal yang bisa membuat hati kita bergetar dan rasanya ingin berbicara ataupun berusaha untuk bertemu. Tidak dinafikan, mungkin kangen akan bagaimana dia memberi solusi pada masalah kita, mengerti bagaimana jalan pikiran kita, perkataannya yang membuat hati teduh, tentram dan damai. Dan hal ini sudah termasuk ‘zina hati’. Karena, sedekat apapun, sebaik apapun, senormal apapun, hubungan kita dengan seorang ‘lelaki’ (yang kata salah seorang ‘ukhty’ sahabat saya, adalah ‘sohib) adalah sesuatu yang tidak perlu kita lanjutkan sampai ada perasaan kangen. ‘lelaki’ yang kita anggap sohib ini sudah jelas bukanlah muhrim kita, jelas tidak boleh dan sangat dilarang. Ingat! Say no to taqrabuzzina

Ah, sekeras itukah aturan islam menetapkannya? Bukankah perasaan 'kangen' seperti ini sangat manusiawi

Tidak keras. Malah indah. Begitu indahnya, hingga seorang perempuan begitu dilindungi dari hal-hal yang akan membuatnya tidak ‘terdaftar’ sebagai muslimah yang kaffah. Begitu disayangnya seorang makhluk yang disebut perempuan dengan begitu ketatnya berada dalam ‘lingkaran’ suci dengan tetap terjaganya hati.

Lalu bagaimana muslimah harus bertindak kepada ikhwan yang bisa dikatakan ‘sohib’, ‘mengerti’, ‘bersahabat’, ‘membuat rasa tenang’ pada diri kita yang bukan muhrimnya? Jagalah jarak agar tidak terjadi kontak ‘hati’ dalam berbagai masalah apapun. Tapi bukan berarti kita tidak diperbolehkan untuk bertukar pikiran, diskusi, ataupun berbagi pengalaman. Namun bukan dalam kontak membuka aib masing-masing, membuka aib keluarga ataupun menceritakan masalah-masalah, keresahan, perasaan tidak nyaman yang kita temui dalam lingkup pribadi kita. Walaupun dia sudah kita anggap sodara kita sendiri. Dan saya tidak pungkiri bahwa kita semua adalah sodara seiman.

Apakah saya tidak mempunyai (sedikitpun) rasa kangen pada teman saya itu?

Jujur, sampai tulisan ini beredar saya belum mempunyai rasa kangen padanya. Karena malu saya lebih besar pada SANG PEMILIK dibandingkan dengan rasa kangen pada seseorang yang jelas-jelas bukan muhrim saya. Dan saya bukan orang suci, ga pengen nambah-nambah masalah dengan hal yang taqrabuzzina (mendekati zina).

Tapi, semua kembali pada setiap hati yang mau menyikapi, bahwa islam diterapkan bukan hanya karena dalil ini, atau dalil itu, tapi lebih kepada sebagai rahmat, karunia, anugerah, nilai keindahan, sebagai hal yang menggambarkan betapa wanita adalah makhluk yang benar-benar dijaga karena kemilaunya, kehormatannya, dan keagungannya.

Maaf jika tulisan ini agak keras. Semoga ini bukanlah hal yang kontrovesial, menyudutkan satu golongan atau apalah namanya. Ini hanyalah tulisan yang setidaknya bisa membuka sedikit mata hati agar kita –saya khususnya- lebih bisa menerima nilai-nilai indah yang sudah SANG PEMILIK atur dan tetapkan untuk kita jalani. Insha Allah

Terakhir, berpikiran positif dan jauh kedepannya adalah hal yang sangat baik sebagai cermin agar kita berhati-hati dalam bertindak, apalagi jika memiliki rasa ‘kangen’ seperti ini.

Lalu, jika saya tanya, “Siapkah ukhty, jika saja ada wanita lain yang ternyata memilki rasa ‘kangen’ pada ikhwan lain yang ternyata adalah suami ukhty? Wajarkah dan tidak terganggukah ukhty walaupun ‘kangen’ itu sebagai sodara sendiri, karena mereka intens melakukan tukar pikiran, atau curhat misalnya?”

Bagaimana?

15 a little note:

Nita Fernando said...

Alhamdulillah Teh Rien seorang "wanita" soalnya pan Nita kangen mulu ma Teteh :D

Abi, klo baca tulisan ini ... pasti akan sangat bangga sekali udah milih Teteh jadi istri nya ... duh, jadi ngiriiiiiii :(

pyuriko said...

Aku jg pernah merasakan kangen sama seseorg,... tp hanya sebatas kangen ingin ngobrol... :D

Tapi, kalo kangen trus sprt itu, takutnya nanti malah .... :(

Ryuta Ando said...

Indahnya bisa punya istri seperti ante Rien...nggak semua orang bisa mencapai tahapan akhlak seperti si ante ini..

bundanya i-an said...

haiah ceu postingannya menggelitik untuk berkomen neh...
inten curhat biasanya akan menyelinap rasa kagum... be carefull-lah... karena kalo dah kagum.. akan ada tahapan berikutnya..

Nuhun Teh... postingan ini jadi pengingat aku agar hanya curhat sama Sang Khalik...

Nia said...

Untung Nia sekarang gak punya sohib cowok mbak jd kangen ama lelaki cuman ama misua doank :)

Postingannya bgs banget mbak. Mengingatkan qta utk menjaga hati agar senantiasa bening spt kaca n mendekatkan diri ama Allah.

wku said...

Semoga kelak jika saya berkeluarga, tak menjumpai kerikil macam "kangen" ini. Sekarang pun sedang mencoba demikian... :)

Anonymous said...

aku msh tlalu awam utk menilik soal ini dr segi pandang agama. tp utk aku pribadi, naturalnya memang klo dah nikah mending tdk ada kontak hati dgn lawan jenis...contohnya ya curhat2 itu. alhamdulillah suamiku bpandangan sama.

Toko Fiara said...

kangen nya harus terdaftar & sah jadi enak hehe..

mbokne kyra said...

kalo ada yg kangen ama misua, walopun cuma sbg sahabat, mungkin diriku ini tetep ajah sebel..

Anonymous said...

@ Nita, Nia & Ryu's mom : segala puji hanya milik Allah :)

@ Iko & bundanya i-an : bener akan ada tahap selanjutnya setelah curhat dan kangen, jadi memang akan taqrabuzzina :(

@ ria : bener Ri, emang harus ada saling pengertian antara kita dan suami walo masih awam sekalipun :)

@ neli : bener dong!

@ angky : wajar dan sangat manusiawi kan klu kita juga ga nerima kangen ukty lain buat suami kita:)

@ kurniawan : semoga istiqomah ya mas:)

Anonymous said...

Jawaban pertanyaan terakhir : terganggu :D

Penutup yg cerdas.

Thanx atas tulisannya, Mba.. jadi makin sayang dg si Mba.

Anonymous said...

Bagus rien postingannya. InsyaAllah kita tidak akan tergoda dengan curhat2 an dgn lawan jenis.

Setelah aku hijrah, banyak temen2 cowok ku bilang, kok sekarang sombong ga mau diajak makan siang bareng, ga pengen di bilang "SOK ... " aku cuma ketawa aja ... "andai mereka tahu alasan ku" ... andai mereka tahu ilmu nya ... Semoga mereka tahu maksud baik ku :)

Terus nulis ya rien :)

Anonymous said...

Rien...sahabatku
Terimakasih telah meluangkan waktumu untuk menulis ini. Saya setuju sekali dengan pendapat Rien. Thanks Ukhty, dalam tulisan tsb Ukhty sudah mengingatkan dan memberi rambu-rambu yang jelas atas sebuah persahabatan.

Mudah-mudahan sampai saat ini dan insyaallah nanti, saya dan sahabat-sahabat saya masih mampu untuk menjaga tubuh dan hati kami dari segala bentuk Zina. Toh kalau pun ada salah satu diantara kami mulai menunjukkan signal2 tsb, insyaallah dengan senang hati kami akan memutuskan tali persahabatan kami ini.

angin-berbisik said...

aduh saya lihat mbak rien istri yang sholehah....subhanallah..

wanita yang sholehah akan mendapatkan suami yang sholeh juga >> ini prinsip saya mbak yang saya percaya....

Harum Bunga said...

Subhanallah, nasihat yg indah. Saya suka sama tulisan ini.

Iya deh, semoga kita semua bisa menjauhi diri kita dari segala macam bentuk zina, amin. amin, amin.

Yuk, berusaha sekeras mungkin!