Thursday, December 13, 2007

Until now, I'm so in love

First time I saw my son
I knew I was in love

Pernah dengar lirik itu? Iya, itu sedikit lirik jingle dari satu iklan, yang hanya sekilas saya denger. Saya suka dengan lirik itu. Mengingatkan masa-masa bayi dari kedua anak saya.

Mereka sekarang sudah bukan bayi lagi, beranjak menjadi seorang lelaki muda dan bisa jadi assisten saya. Eits, bukan saya memanfaatkan, tapi naluri seorang anak ketika saya sedang sibuk, lalu ada dering telepon yang berbunyi, mereka dengan senang hati mengangkat dengan mengucap salam terlebih dahulu. Atau, ketika saya sedang kelelahan dan ketiduran, tiba-tiba saya pun merasa heran, “kenapa begitu hening?”, ternyata si bungsu sedang asik menyapu dan mengepel bekas tumpahan bedak, sedang si sulung dengan gesitnya menumpuk-numpuk barang yang berserakan. Subhanallah.

Mendidik anak butuh energi berlebih. Saya dulu sempat berdalih, “Berikan setumpuk pekerjaan dan saya sanggup mengerjakannya! Kalau masalah anak? Bisa nggak ya?” Ternyata memang keahlian ini lebih kepada naluri. Sekarang, Jihad sudah menginjak usia 7 th lebih 4 bulan. Tubuhnya bongsor, dengan kulit sawo kematangan (mirip akung ya?). Tipe dia adalah penurut sebenarnya, namun ada beberapa hal yang sekarang ini menganggu. Dia terlampau cuek. Pernah suatu ketika, saya jemput sekolah, teman perempuannya menghampiri saya, dan berkata,

“Tante, tadi Jihad dicium sama ceweq, namanya Risma!”

Saya melirik Jihad. Wajahnya biasa, tidak ada rona merah, yang ada dia tetap santai menjawab,
“A’a udah laporin ke ustadzah. A’a juga udah bilang sama Risma, A’a nggak suka digituin!”

Atau laporan lain dari ustadzahnya, bahwa anak saya satu ini, selalu menarik perhatian para kakak kelasnya yang berjenis kelamin perempuan, datang menengok ke kelas, dan berteriak,
“Jihad ada yang titip salam yaaaa.”
Ustadzahnya pun sewot, dan langsung menegaskan,

“Tidak ada menerima ataupun memberi salam, ingat itu ya. Tidak boleh ya anak-anak. Bukan muhrim!”

Dan Jihad tetap cuek, tanpa merasa bersalah tetap tidak peduli dengan salam itu. Ketika saya tanya,
“A’a dapet salam ya?”
“Salam apa? Nggak tahu tuh.”

Atau yang paling membuat saya heran, Jihad selalu mendapat hadiah dari temannya, baik penghapus, rautan pensil atau penggaris.
“A’a nggak pernah minta Mi. teman-teman yang ngasi dengan sukarela.”
Ummm…. Baiklah, Nak!

Kalau si bungsu, Kareem, kulitnya masih putih, giginya mirip gigi kelinci. Sekarang sedang gemar-gemarnya menunjukkan ke’pede’annya. Setiap tayangan yang dia tonton, selalu diiringi dengan pertanyaan,
“Ini boleh Mi? nggak malu?”
Jika saya membolehkan, dia akan nurut. Jika saya bilang ‘itu malu!”, dia pun akan merubah channel tanpa terpaksa. Apa yang dimiliki oleh kakaknya, pastilah ingin dia miliki juga. Dan pembela nomor wahid! Ketika A’anya saya nasehatin ketika ada kesalahan yang dia perbuat, Kareem selalu membela,
“Ummi nggak boleh marah atuh! Ummi nakal!”
"Aih... nyundanya lumayan gape, ngangge atuh sagala euy..."
"Ihh...Ummi nakal!"
Ummm… Baiklah, Nak!

Mendidik anak adalah keahlian yang dimiliki oleh setiap wanita. Setiap wanita pun meyakini bahwa anak adalah ibarat sebuah gelas kosong, yang gampang diisi oleh apa saja. Dan saya, seorang wanita yang sedang belajar mengisi gelas kosong ini. Mereka saya isi dengan penuh kalimat Allah. Isian yang kelak dapat memantulkan rasa malu pada saya pribadi apabila saya lalai atau malah tidak bisa menjalankannya dengan baik. Saya membiasakan mereka untuk meminta maaf, saya pun harus mudah meminta maaf kepada mereka. Saya mengajari mereka untuk mengungkapkan kasih sayang, dan saya pun tidak pernah enggan dan malu memberi ungkapan sayang saya pada mereka. Saya ingin mereka memakaikan mahkota kepada saya kelak dengan pelan-pelan menjaga hapalan mereka, saya pun ingin memberi mahkota kepada ibu saya dengan istiqomah menjaga hapalan saya.

Mereka adalah jundi saya. Segala hidup mereka, telah tergaris dalam janji saya, kelak hanya dipersembahkan pada Sang Pemilik Kehidupan. Karena mereka adalah kesayangan sekaligus ujian buat saya, untuk itu mereka tidak akan pernah dijadikan excuse, ketika kemalasan untuk ‘berjuang’ tiba-tiba mendera saya.

Was, until now
I'm so in love
Semoga mereka tetap mengingatkan saya akan Sang Pemilik yang memang memiliki mereka.

7 a little note:

yaya said...

Jihad and Kareem..
what a nice names :)

Anonymous said...

Salaam Yakhti,
Wah, musti ati2 neh jaga Jihad kalo udah remaja ;)

Udah bisa "ngeraba" kotak komennya, tapi warna hurufnya ampir tenggelem dengan warna back groundnya:)

andiana said...

subhanallah....jundi2 yang ngganteng dan memikat hari kaum akhwat..wah, keknya mesti siap2 jagain umar (hehehehehe) neh!

Bunda Ofa said...

Subhanallah... Ofa terkesan bangets baca tulisan mba Rien ini... :) Semoga Ofa juga bisa belajar seperti yang mba Rien ajarkan pada Jihad & Kareem...

Btw kapan yak bisa ketemuan??? Idul Adha balik ke Smd gak mba?
Salam sayang tuk Jihad & Kareem yak... :)

Anonymous said...

hmm, bisa ga ya ntar aku didik anak kaya teteh..

butuh banyak bantuin niy ntar teh..

Nia said...

Mudah2an aja Nia bsa mendidik Rayna jd anak yg sholehah, spt mba Rien mendidik Jihad dan Kareem, amin.

Rey said...

Thx buat postingannya :)
Enak ya sekolahnya Jihad, strict dalam hal agama, dari kecil udah dikasih pengertian mana yg muhrim, mana yg bukan. Salut deh, mudah2an kalo aku punya anak ntar dapet sekolahan yg kyk gini yaa... :D