Friday, December 21, 2007

Syurga itu ada didirimu, Ibu


“Siang berganti malam, hari berganti bulan, dan bulan berganti tahun. Banyak hal yang terjadi, banyak hal berubah kearah yang yg lebih baik adalah manfaat untuk umat. Tapi satu hal yang tidak akan pernah berubah, bahwa saya dilahirkan oleh seorang ibu. Terima kasih ibu, telah menjadikan kami orang yang bermanfaat, itulah nanti yang akan menentramkan dunia akhiratmu kelak, amin. Terima kasih ibu…”(22 Desember 2006)

Pesan singkat diatas adalah pesan singkat setahun yang lalu. Sebuah pesan singkat dari saya -setelah saya menikah- yang kerap menghampiri telepon genggam milik ibu. Sebuah pesan yang terburai dengan menguntai kalimat yang sebenarnya tidak pernah saya rekayasa sebelum hari-hari menjelang hari ibu. Untaian kalimat itu biasanya spontan keluar ketika saya mengingatnya. Ya, hanya dengan mengingat ibu. Dan pesan-pesan singkat itu selalu berubah setiap tahunnya.

Setelah saya menikah, untuk setiap sms yang saya kirim, selalu beliau balas dengan sesegukan diseberang telepon. Tangisnya pun pecah, dan selalu mengatakan, ‘Kamu tidak pernah berubah, sejak kecil hingga dewasa seperti sekarang, selalu menyejukkan ibu’, kemudian telpon akan ditutup pelan. Tinggal saya yang kembali berurai mata. Saya takut membuat ia sedih. Takut akan kerinduannya tidak akan tertahan. Ah ibu!

Keping-keping kenangan bersamanya masih saya miliki. Sejak saya tahu dan merasakan, bahwa inilah orang yang melahirkan dan membesarkan saya. Seseorang yang merelakan kulit mulusnya lecet karena terjatuh dari motor akibat terlalu bersemangat mengantarkan saya, pada hari pertama masuk ke Taman Kanak-Kanak. Seseorang yang menyisakan tenaganya setelah seharian berkutat dengan berbagai perangai pasien-pasiennya demi memegang tangan saya untuk berlatih menulis indah. Hingga masih bersusah payah menemani saya ketika pernah ‘anjlok’ pada masa krisis tidak bisa menerima akan ‘kuat’ kasih sayang-NYA. Keping-keping itu masih tersusun rapi pada album memori di otak saya. Keping-keping yang akan menghantarkan saya bahwa sepatutnya bersyukur bahwa masih diberi keindahan untuk bisa bergelayut manja dan menatap wajahnya. Subhanallah.

Mengapa setelah menikah saya menjadi sentimentil dalam memperlakukan ibu?

Terkadang, kita kebanyakan lengah ketika masa muda tengah bergelora. Perpindahan atau masa transisi dari seorang anak yang ingin di’aku’i bisa menimbulkan gejolak pada segumpal egoisme. Segumpal rasa yang terkadang banyak menorehkan luka pada batin seseorang. Seseorang yang mempunyai jalan panjang tanpa putus untuk selalu bisa mendekap kita dalam cinta.

Banyak hal telah saya pelajari ketika saya mulai mengenal dunia luar, selain dunia indah suguhan ibu. Warna-warninya bisa membentuk pola pikir saya yang terkadang dirasa tajam oleh beliau. Kemerincing iramanya bahkan mampu membuat gerakan saya tidaklah seperti ibu inginkan. Saya sadar itu. Bahkan sangat sadar! Tapi untuk mengelak dan membuang mimpi ibu, bukan jalan satu-satunya untuk membuktikan bahwa saya pun punya mimpi lain. Saya berusaha tidak pernah melalaikan keinginan ibu. Arahannya pun selalu saya ikuti, walau saya mesti mengubur gelisah diri untuk sementara waktu. Karena saya pun masih sadar, saya bukan apa-apa jika ibu tidak merestui.

Memang langkah saya tidak searah dengan ibu, tapi saya yakin dan pasti, inilah hasil pembelajaran saya terhadap bagaimana ibu bersikap dan mencurahkan pengabdiannya pada keluarga. Saya yakin inilah pantulan ibu sebenarnya. Terlalu indah hingga kami tidak bisa melukiskannya pada segaris senyum.

Jika kemudian langkah saya semakin jauh seperti apa yang ibu citakan. Jika kemudian saya mempersembahkan hasil dambaannya, lalu pergi untuk membuka liang kubur gelisah, bukan berarti ibu tidak bisa melihat hasil didikannya terhadap saya. Walaupun saya bukan menjadi wanita karir seperti dia, tapi gamblang saya katakan,
“Bu, saya punya impian yang tidak mudah untuk dinalar. Impian masa lalu yang kemudian saya korek lagi bukan karena saya tidak bisa membangun mimpi ibu. Tapi karena saya ingin kita bermimpi pada satu titik yang kelak kita sama-sama tuju. Satu titik yang akan membawa ibu dan saya pada keabadian. Disitulah saya sedang membangun mimpi untuk ibu.”

Sangat jelas, saya melihat binar bahagia di mata miliknya. Walaupun senyumnya tidaklah selebar seperti yang saya harapkan, karena harus menahan tangis. Tapi saya bisa menangkap aliran deras darahnya dengan cepat, tanda bahagianya yang tersembunyi.

Membahagiakan ibu, bukanlah terletak pada mampu atau tidaknya kita mewujudkan segala mimpinya. Bukanlah bisa atau tidaknya memberi berlembar-lembar mata uang untuk kebutuhannya. Namun lebih pada sanggup atau tidak kita menentramkan hati dan jiwanya. Mau mengerti setiap sudut pemikirannya. Dan bisa membuktikan bahwa kita adalah buah kasih dan cintanya yang rela menjadi penyejuk mata batinnya.

“Bunda, terbayang raut wajahmu, lelah menggelayut disana. Sekian puluh umurku, masih saja membasahi wajahmu dengan air mata. Sekian puluh umurku, masih saja memberikan penat pada tubuh rentamu. Seluas samudera tidak akan mampu mengganti kasihmu. Bulir kasih penuh cinta, penuh sayang, tidak akan pernah menyamai agungnya milikmu. Aku memang anak yang tidak bisa dibanggakan. Tapi, ketahuilah bunda, aku akan memelukmu erat dan menarikmu kencang, berlari ke arah syurga” (21 Desember 2007)

teruntuk bunda tersayang...so happy to have you in this world

6 a little note:

Anonymous said...

Selamat hari Ibu, mbak...

Ibu dan Mama pastinya bangga memiliki seorang anak seperti mbak Rien, yang selalu menyejukan hatinya.

Tadi pagi Iko bertanya sama mama, "apa yang bisa buat mama bahagia?" Beliau jawab "Melihat anak2 mama bahagia, itu sudah cukup buat mama"

Nita Fernando said...

Selamat hari ibu juga buat teteh tersayang ... :-)

Kadang memang Ibu menginginkan yg terbaik buat kita, tapi jalan hidup kadang membuat kita harus "belok" dari keinginan itu ... nita pun sekarang merasakannya ...

Tapi, ibu tetap yg terbaik .... the best mom in the world ...

Anonymous said...

Nice story :)

Kamu beruntung rien ... :)

Anonymous said...

Iya nih jadi sedih lagi, beruntung banget enti, rada "iri" juga, Insya'Allah bisa menarik ibunya kedalam surga. Hanya anak yang solehlah yg bisa menjadi kebanggaan seorang ibu yg sebenarnya.

Anonymous said...

@ iko : selamat hari ibu, iko :), u too, pasti ibunya iko bahagia melihatmu bahagia :)

@ nita fernando : u too neng tersayang...
ya...dunia yg pernah ibu miliki memang berbeda dgn yg kita miliki, tp syurga tetap ada pada ibu kan :)

@ bunda key : thanks Wie,...u too:)

@ um ibrahim : afwan jika membuat anti sedih, bkn maksud hati...anti juga tentunya bisa menarik ibu anti masuk syurga, dan ciptakan syurga paling indah utk beliau :)

Rey said...

aduh aku telat (selalu telat deh...). Yahh dgn tdk mengurangi ketelatan, aku juga mo ngucapin Met hari ibu. Pasti ibunya mbak Rien bahagia bgt punya anak spt mbak Rien :)