Monday, October 01, 2007

Anak Berpuasa? Perkenalkan dan Biasakan!

Postingan ini bukan didasari niat untuk riya atau membanggakan sesuatu yang mutlak milik Sang Pemilik Kehidupan, tapi lebih kepada penyemangat para ummi, bunda, mommy, ibu serta panggilan lain yang mewakili kita sebagai ummahat.

Sulung saya, Jihad, ramadhan ini sangat menikmati puasanya. Bahkan terlihat enjoy dengan aktivitasnya yang biasa dilakukan anak-anak umumnya. Bermain, lari kesana kemari, bahkan tidak tidur dari subuh. Sempat, terpikir rasa khawatir akan susahnya mengajak dia untuk menunaikan rukun islam yang ke 3 ini, yang saya mulai ketika usianya mulai menginjak 4thn. Malahan, waktu itu orang tua saya menegur, ‘Apa nggak terlalu dini ngajarin Jihad puasa? Nanti kan dia akan tahu kewajibannya ini kalau dewasa nanti.” Umm..mungkin saja dia akan mengerti atau malah sebaliknya? Justru hal sebaliknya ini yang sebisa mungkin saya tekan agar tidak memperburuk akhlaqnya nanti. Wallahu alam.

Sebenarnya kalau saya putar ulang memori saya dan Jihad alami, mengenalkan kata puasa sudah saya lakukan ketika dia masih bayi. Waktu itu saya selalu katakan, ‘Jihad buka puasa ya?’ ketika dia mulai merengek minta susu pada saya. Pada saat itu saya yakin, suatu saat kelak, kata-kata puasa akan menempel pada ingatannya. Bukankah, masih didalam perut pun kita selalu mengajak bayi kita berbicara? Apalagi jika sang bayi sudah bisa menangkap komunikasi kita, berbicara apa saja dalam hal positif saya yakini akan mempengaruhi bagaimana mereka berpikir nantinya.

Lalu ketika usianya 4thn, usia TK A, saya sudah mulai kenalkan dengan berbuka dan sahur. Tidak mempersilakan dia makan pada siang hari, kecuali dia minta. Dan seperti waktu ia bayi, saya masih selalu katakan, ‘Aa buka puasa ya?. Sepele ya kedengarannya? Tapi dampak psikologinya yang akan berperan bagus. Alhamdulillah, kemaren menjelang ramadhan, saya sempat dikejutkan oleh keinginan Jihad untuk saum sunnah senin kamis, ‘biar terlatih Mi, bentar lagi kan puasa 1 bulan’. Subhanallah. Percaya atau tidak, tapi inilah yang menggembirakan saya. Walau terselip rasa khawatir, apa nantinya bisa dengan senang dan nikmat dia lewati puasanya? Jangan-jangan bisa banyak bolongnya? Biasa deh, namanya seorang ibu, banyak ragam kekhawatiran dalam menghadapi buah hatinya.

Lalu suatu hari, “Tips-tips dong Mi, biar anak saya bisa diajak puasa!”, seorang ibu memintanya diselingi keluhan akan anaknya yang susah sekali puasa sedangkan usianya lebih tua dari Jihad. Ehem…ehem, tidak ada tips khusus sebenarnya, karena saya yakin anak memiliki karakter mereka masing-masing. Dan setiap karakter yang mereka miliki hanya seorang ibu yang lebih mampu memahami mereka dengan baik. Usaha-usaha saya yang sudah saya urai diatas juga bisa dijadikan percobaan, karena usaha demikian sudah umum bagi ibu-ibu. Mungkin lebih pada keep try don’t be bored yang mesti diingat. Karena jika kita sudah mulai menyerah dan mengatakan, ‘Ah nanti juga setelah dewasa dia akan bisa memahaminya sendiri’, akan berdampak tidak baik dan mengakibatkan kerugian bagi orang tua terlebih pada si anak. Siapa yang bisa menjaminnya?

Mengapa saya bisa mengatakan demikian?

Saya mengenal seorang anak yang tidak bisa dikatakan anak-anak lagi, tapi sudah pada masa peralihan dari remaja ke usia dewasa. Dia pun masih tidak bisa mengekang keinginan-keinginannya pada ramadhan kali ini, bahkan pada ramadhan-ramadhan yang telah berlalu. Dia selalu saja mengeluh tidak dapat menahan rasa haus dan laparnya, padahal telah diberikan kesempatan untuk tidak berpuasa baginya ketika ia mendapat haid. Saya pun mencoba memahami dengan mengorek sedikit masa kecilnya, dan ternyata memang dari dulu, orang tuanya sangat bisa memaklumi dan melonggarkan peraturan dan tidak mengingatkan kewajiban berpuasa pada bulan ramadhan. Dampaknya tentu saja mengakibatkan ibunya merasa tidak berhasil serta bingung bagaimana anaknya ini bisa dilatih kembali, bahkan beliau bisa merentangkan kedua tangannya dan berucap, ‘rasanya aku bingung harus gimana lagi, nyerah kale!’. Masya Allah, kasian ya? Lebih kasian kalau kita hanya diam saja. Maka sebisanya saya mencoba memberi sedikit masukan pada si ibu, bahkan saya mengatakan, ‘doa ibu itu tidak ada hijabnya loh. Hayo, berdoalah yang terbaik untuk anak-anak kita.’ (syukron jazakallah seorang ustadz pernah mengatakannya)

Jadi ya Ummi, anak kita ibarat sebuah gelas kosong, yang isinya telah diserahkan sepenuhnya kepada kita sebagai pemegang amanah. Tentunya isi yang terbaik dan yang menjadikan mereka menjadi anak soleh dan soleha’lah yang selalu kita impikan. Jika demikian, jangan pernah surut langkah dalam hal memperkenalkan dan memperteguh keimanan anak kita. Tidak ada dalam kamusnya kebaikan kalimat ‘terlalu dini’, tapi yang ada mulailah ‘sedini’ mungkin yang pernah saya tahu dan buktikan sendiri. Dan yang paling penting, perkenalkan, membiasakan, lalu akan timbul rasa rindu dan mencintai. Seperti pepatah jawa 'witing trisno jalaran ...., tidak kenal maka tak sayang.

Bungsu saya, Kareem, juga pelan-pelan saya ajarkan hal-hal yang harus kita tingkatkan dalam bulan ramadhan. Terlalu dini? Tentu tidak! buktinya, dia akan dengan senang hati merebut segala benda yang saya baca, dan komat-kamit membacanya.

6 a little note:

isma said...

setuju saya mbak, semua mang musti dibiasakan sedini mungkin... biar ke depannya mereka sdh nggak asing lagi ;)

aku said...

Teh, apa kabar niiih... maaf ya baru nongol, heheh..
Tapi asik ketang, jadi banyak baca tulisan teteh.

Setuju banget teeeh... maunya saya juga begitu deh. Ngajarin solat, puasa sedini mungkin. Mumpung lagi suka2nya niru. Saya percaya, puasa dan solat itu berhubungan dengan fisik yang artinya harus dibiasakan, ntar udah gede baru deh menyadari arti dan tujuannya.

Saya di sini juga punya teman teh, karena terbiasa dicontohi, dibuatkan suasana menarik, dan tentu saja dikit2 "paksaan" yaaa, walopun maksanya ga sadis tapi malah manis, alhamdulillah sekarang anaknya sudah terbiasa solat berjamaah, ngerti masbuk, puasa tamat, malu kalo ga pake kerudung, padahal usianya baru 6 taun.

Eh, ga mudah sih nya, apalagi model saya yang kasih contohnya aja kadang ga konsisten. Ada tipsnya teh? hehe malah nanya.

Eh, ngelantur, share saja, heheh...
Nuhun ah teh, wilujeng puasa nya teh.

Salam.

salma said...

Alhamdulillah ya Bun, mas Jihad udah lancar puasanya.
Emang bisa karna biasa dulu yg ditanamkan.

Aku juga pengen begitu tapi masih bolong² juga nih, malah jadi aku yg dicontohin ma anak hehehe.

Rey said...

Thanks mbak udah posting soal ini. Lumayan buat nambah2 ilmu, biar kata aku masih single :D

Jazakillahu khoiro

Anonymous said...

@ isma : ngacung atuh kalu setuju :)

@ roro : hiyaaa Neng, baru muncul :), ga mudah, tapi menjadi orang tua berarti siap menjadi teladan yg baik kan...tips-2? diingetin ya ;)

@ salma : keberhasilan juga bisa dilihat jika anak malah bisa memberikan contoh yg baik kan bun'e ?
:)

@ Rey : lumayan bekal ilmu, eh ntar ada postingan menarik bg yang masih membunjang, tunggu ya, heuheuheu

Ryuta Ando said...

kadang anak puasa juga melihat dari lingkungan sekitarnya, dari didikan orang tuanya dsb.

KK Jihad dan adek, ummi pasti bangga punya anak yang sangat bagus akhlak dan aqidahnya.

Mudah-mudahan Ryu bisa kayak KK Jihad...insya allah.