Tuesday, August 14, 2007

Tidak Naif, Tidak Konyol dan...Real

“Sepertinya, abang berbicara dan bertanya dengan abu nawas nih!”, lalu icon tertawa terbahak-bahak muncul pada id YM’nya.

Dia seorang ikhwan, dan menyebut dirinya abang pada saya. Bertemu pada ruang chatting pun tidak sering. Kerap, dialah yang memulai percakapan. Seperti siang menjelang sore itu, karena saya online, mulailah dia menegur dan bertanya, “Sedang apa?” Saya katakan, saya sedang dalam conference room bersama kajian muslimah.

Kembali saya asyik berbicara dengan seorang teman pada kajian muslimah, lalu dia kembali dengan pertanyaan, “Menurutmu berapa persen di Indonesia ini yang bisa disebut wanita sholehah?”. Muncullah kebiasaan saya, membalik pertanyaannya, “Menurutmu seperti apa wanita sholehah itu?”
“Wanita sholehah adalah wanita yang beriman.” Sang ikhwan menjawab.
“Seperti apa wanita yang beriman itu?”, saya keukeuh balik lagi.

Maka keluarlah pernyataan pada paragraph awal. Dia mengatakan semua persepsi tentang beriman itu sama saja pada setiap kepala individu. Pada kenyataannya, ketika saya beri pandangan tentang beriman dan bertaqwa -saya ketahui dari membaca dan murrobiyah- itu seperti kata sahabat Umar (semoga Allah memberi rahmat), “Bagaikan berjalan pada sebuah jalanan penuh kerikil, hingga sangat berhati-hati agar tidak menginjak kerikil-kerikil itu.” Lalu ikhwan ini kembali dengan, “Jadi kamu ingin bilang seperti itu beriman?” Nah, bukankah dari sini sudah jelas, dua orang individu beda dalam melihat apa itu ‘beriman’?

Trik (ia katakan saya memakai trik ini) saya membalik-balik pertanyaannya sungguh tidak ada maksud apa-apa. Saya hanya ingin tahu dengan jelas bagaimana pemikiran lawan bicara saya, terlebih menyangkut ‘keyakinan’. Saya juga hanya ingin menjaga apa yang keluar dari mulut saya bisa dipertanggung-jawabkan. Tidak mudah! Ini masalah nggak main-main.

“Banyak wanita yang mengaku beriman tapi masih tidak mau tunduk walau sekedar untuk mengenakan kerudung. Wanita mengaku sholat tapi masih memakai pakaian yang kekurangan bahan. Wanita berucap mencintai Pemiliknya, tapi tidak bersedia mengerjakan sebagian perintah-Nya. Beriman dan sholehah tidak bisa dipersenkan, kadar itu sudah menyangkut hubungan kita dengan Sang Pemilik Kehidupan. Tidak akan bisa kita mengkalkulasikannya, sedang ‘hati’ itu ada pemiliknya, sang pemilik kehidupan. Kita tidak patut dan tidak berhak untuk berlagak pandai mempersenkannya.”

Demikian jawaban saya. Di katakan oleh ikhwan ini, “Ia sudah bagus dan…Naif!” Alasanya, saya hanya menjawab garis besar dan tidak sesuai dengan realitas. Saya malah senyum. Berdoa agar hati saya tidak menjadi ‘marah’ dan merasa ‘terancam’. Saya juga manusia biasa. Saya harus mempunyai bukti kuat, agar kaum saya dan pergerakannya tidak dianggap sekedar memenuhi ruangan diskusi.

“Akhi yang disayang Allah. Sesungguhnya Allah Maha tahu apa yang kami lakukan. Salah satu contohnya, saya melihat serta bisa merasakan sendiri, teman-teman saya pergi untuk mengisi halaqoh, jauh kepelosok, menembus jalan yang nggak ngenakin perut, masuk ke tempat lokalisasi, memberikan materi pada pelacur-pelacur juga mucikarinya, terpencil dan bisa membuat bulu roma merinding, ditatap dengan mata yang pernuh tanya, kami berusaha untuk tetap khusnuzhon. Teman-teman saya pun rela demi sebuah penghargaan dan cintanya pada Sang Pemilik Kehidupan, walau harus membawa dan menggendong anaknya yang usianya masih bulanan. Kalaupun ini disebut konyol, kami rela, asal tidak konyol dimata Dia. Asal tidak membuang waktu kami konyol begitu saja. Asal kami tidak terpuruk karena telah dicecar sebagai muslimah yang hanya bisa duduk manis di ruang diskusi tanpa usaha memperbaiki muslimah lain. Dan jika masih dikatakan konyol, Dia memberikan kemudahan kepada beberapa ‘PSK’ nya untuk berniat kuat agar stop dari pekerjaannya karena sadar telah salah tempuh selama ini.”

Dalam hati paling dalam, saya sebenarnya sangat bersyukur, lewat seseorang yang mengatakan jawaban saya naif, konyol, tidak sesuai realitas, saya telah ‘ditegur’ dan diingatkan untuk tetap berkubang lebih dalam, memberikan manfaat pada sisa hidup saya yang saya sendiri tidak tahu selesainya. Supaya waktu saya bisa digunakan maksimal. Agar tidak terjerumus dalam kebanggaan diri yang jelas sangat fana. Walaupun manusiawi, perasaan seperti itu, tapi bukankah hanya menyia-nyiakan waktu yang tersisa semakin sedikit? Saya pun hanya bisa berlindung pada Sang Pemilik Kehidupan, apa-apa yang saya paparkan pada ikhwan ini, semoga bukan diterima sebagai keinginan untuk mengumbar-ngumbar. Semoga bisa diterima, sebagai bahan agar kami tidak dikatakan hanya boneka yang siap dipajang, dan kami hanya ingin fitnah tidak berkepanjangan.

Bisakah antum terima?

Kegiatan perempuan pun nggak bisa dikaitkan dengan harus secara nyata turun langsung untuk membantu muslimah lain. Menjadi ibu rumah tangga, memberikan sisi nilai baik pada kehidupan, membimbing anak-anaknya, dan kegiatan yang tak terhitung pada sekali 24 jam, bisa memacu muslimah lain bisa sadar dan ‘melek’, bahwa seorang ibu rumah tangga itu pun bisa kebanggaan tersendiri.

Bisakah antum terima?

Terima kasih jika antum mengerti bahwa begitu berkahnya hidup kami sebagai wanita yang ditaruh pada sudut terpencil seperti ini. Karena, hidup kami bisa sangat keras, bertarung dengan ‘misi-misi’ lain, dalam membenahi kehidupan kami sendiri.

Tidak ada yang konyol dalam hidup jika kita mengusahakannya hanya untuk meraih cinta-Nya.

Jadi teringat apa yang ditulis oleh Abu Fauzan, pada edumuslim.com:
“Sudah berapa banyak, riya’ merusak aktivitas ibadah, dan amaliyah dakwah kita. Ingatlah, dimana ada keikhlashan, disitu ada riya’… yang selalu membayangi, mengancam, dan mengotori niat. Riya’ itu, ibarat semut hitam, diatas batu hitam, di malam yang gelap. Sangat tidak tampak!” (Abu Fauzan)

10 a little note:

Ipoet said...

Bunda,.. Iko juga merasa tersentil. Sebagai seorang muslimah, Iko juga belom bisa dikatakan sebagai wanita sholehah. Masih sering khilaf,... hikkksss.

Paling tidak, ada niat untuk memperbaiki diri... ^_^

Unknown said...

Be a better muslimah everyday.. Insya Allah :)

Anonymous said...

tahukah anda bagaimana ciri-ciri wanita solehah?
Iaitu ciri-ciri wanita yang diredhai ALLAH.wanita yg menyejukkan mata yang memandang,bisa menginsafkan dan menundukkan nafsu mereka yang berhati goyah
Mari kita perhatikan kisah ini
Seorang gadis kecil bertanya ayahnya “ayah ceritakanlah padaku perihal muslimah sejati?”
Si ayah pun menjawab “anakku,seorang muslimah sejati bukan dilihat dari kecantikan dan keayuan wajahnya semata-mata.wajahnya hanyalah satu peranan yang amat kecil,tetapi muslimah sejati dilihat dari kecantikan dan ketulusan hatinya yang tersembunyi.itulah yang terbaik”
Siayah terus menyambung
“muslimah sejati juga tidak dilihat dari bentuk tubuh badannya yang mempersona,tetapi dilihat dari sejauh mana ia menutupi bentuk tubuhnya yang mempersona itu.muslimah sejati bukanlah dilihat dari sebanyak mana kebaikan yang diberikannya ,tetapi dari keikhlasan ketika ia memberikan segala kebaikan itu.muslimah sejati bukanlah dilihat dari seberapa indah lantunan suaranya tetapi dilihat dari apa yang sering mulutnya bicarakan.muslimah sejati bukan dilihat dari keahliannya berbahasa,tetapi dilihat dari bagaimana caranya ia berbicara dan berhujah kebenaran”
Berdasarkan ayat 31,surah An Nurr,Abdullah ibn abbas dan lain-lainya berpendapat.Seseorang wanita islam hanya boleh mendedahkan wajah,dua tapak tangan dan cincinnya di hadapan lelaki yang bukan mahram(As syeikh said hawa di dalam kitabnya Al Asas fit Tasir)
“Janganlah perempuan –perempuan itu terlalu lunak dalam berbicara sehingga menghairahkan orang yang ada perasaan dalam hatinya,tetapi ucapkanlah perkataan yang baik-baik”(surah Al Ahzab:32)
“lantas apa lagi ayah?”sahut puteri kecil terus ingin tahu
“ketahuilah muslimah sejati bukan dilihat dari keberaniannya dalam berpakaian grand tetapi dilihat dari sejauh mana ia berani mempertahankan kehormatannya melalui apa yang dipakainya.
Muslimah sejati bukan dilihat dari kekhuwatirannya digoda orang di tepi jalanan tetapi dilihat dari kekhuwatirannya dirinyalah yang mengundang orang tergoda.muslimah sejati bukanlah dilihat dari seberapa banyak dan besarnya ujian yang ia jalani tetapi dilihat dari sejauh mana ia menghadapi ujian itu dengan penuh rasa redha dan kehambaan kepada TUHAN nya,dan ia sentiasa berssyukur dengan segala kurniaan yang diberi”
“dan ingatlah anakku muslimah sejati bukan dilihat dari sifat mesranya dalam bergaul tetapi dilihat dari sejauh mana ia mampu menjaga kehormatan dirinya dalam bergaul”
Setelah itu si anak bertanya”Siapakah yang memiliki criteria seperti itu ayah?Bolehkah saya menjadi sepertinya?mampu dan layakkah saya ayah?”
Si ayah memberikan sebuah buku dan berkata”pelajarilah mereka!supaya kamu berjaya nanti.INSYA ALLAH kamu juga boleh enjadi muslimah sejati dan wanita yang solehah kelak,Malah semua wanita boleh”
Si anak pun segera mengambil buku tersebut lalu terlihatlah sebaris perkataan berbunyi ISTERI RASULULLAH
Apabila seorang perempuan itu solat lima waktu ,puasa di bulan ramadhan ,menjaga kehormatannya dan mentaati suaminya,maka masuklah ia ke dalam syurga dari pintu-pintu yang ia kehendakinya(riwayat Al Bazzar)

Anonymous said...

Tidak banyak syarat yang dikenakan oleh Islam untuk seseorang wanita untuk menerima gelar solehah, dan seterusnya menerima pahala syurga yang penuh kenikmatan dari Allah s.w.t.

Mereka hanya perlu memenuhi 2 syarat saja yaitu:
1. Taat kepada Allah dan RasulNya
2. Taat kepada suami

Perincian dari dua syarat di atas adalah sebagai berikut:

1. Taat kepada Allah dan RasulNya

Bagaimana yang dikatakan taat kepada Allah s.w.t. ?
- Mencintai Allah s.w.t. dan Rasulullah s.a.w. melebihi dari segala-galanya.
- Wajib menutup aurat
- Tidak berhias dan berperangai seperti wanita jahiliah
- Tidak bermusafir atau bersama dengan lelaki dewasa kecuali ada bersamanya
- Sering membantu lelaki dalam perkara kebenaran, kebajikan dan taqwa
- Berbuat baik kepada ibu & bapa
- Sentiasa bersedekah baik dalam keadaan susah ataupun senang
- Tidak berkhalwat dengan lelaki dewasa
- Bersikap baik terhadap tetangga

2. Taat kepada suami
- Memelihara kewajipan terhadap suami
- Sentiasa menyenangkan suami
- Menjaga kehormatan diri dan harta suaminya selama suami tiada di rumah.
- Tidak cemberut di hadapan suami.
- Tidak menolak ajakan suami untuk tidur
- Tidak keluar tanpa izin suami.
- Tidak meninggikan suara melebihi suara suami
- Tidak membantah suaminya dalam kebenaran
- Tidak menerima tamu yang dibenci suaminya.
- Sentiasa memelihara diri, kebersihan fisik & kecantikannya serta rumah tangga

Anonymous said...

@ anonymous : Jazakumullah khoiron khatsiro atas uraiannya:), seandainya demikian saya urai kepada ikhwan itu tetaplah ia perlu bukti :)

alangkah baiknya antum sertakan identitas, biar kita lebih leluasa diskusinya:)

NiLA Obsidian said...

duh rhien.....
nuhun pisan pencerahanya...saya mah masih jauuuuuuuuuuuuuuuuuuuhhhhhh pisan utk menjadi seperti yg diuraikan di atas....

tp terus berusaha sebisa mungkin menjadi lebih baik dan lebih baik lagi, meski godaannya banyk pisan....

rhien...punten pisan bukannya ga bales email mu....
nila udah cek ulang bisi ketelingsut, tp da ga ada email dari rhien...
punten pisan mun nila lepat...

*sono*
barusan nge buzz YM....nuju sibuk?

Anonymous said...

Kak.. Bagi seorang ibu adakah kesuksesan yang melebihi keadaan ketika ia sukses menjadi pendidik yang hebat bagi anak-anaknya??

Anonymous said...

@ nila obsidian : jauh pisan, tapi saya akan dekati kamu, Nil :)

@ ichsanmufti : itu juga tidak bisa diukur, perasaan akan membuncah, tumpah ruah, saking bahagianya de' :)

Ryuta Ando said...

Tiap kesini ilmu yang kudapat makin banyak teh...terima kasih ya ten Rien.

Jaloee said...

trik balik bertanya itu, kalau ngga salah, sering di lakukan socrates dalam mencari kebenaran..teman sy juga sering pake trik itu.. tapi terkadang menyebalkan juga, karena sy jadi malah tersudutkan hehehe..

teh Rien mangga pisan, malehan mah abdi binggah. Sanes tulisan abdi ka anggo, tapi abdi percanteun ku teh rien di anggo jang tablig.

punten neumbe di waler, kamari piknik (tadabur alam ) heula ka pangandaran